Kamis, 15 April 2010

Dakwah

Metode Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an

A.Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab yang digunakan dalam proses dakwah dan berpuncak sebagai kitab penetapan syariat.
Sejak permulaanya, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sebagai kitab dakwah. Yakni, rujukan untuk hal yang baik dan mengikuti jejaknya ( Rasul Nabi Muhammad SAW). Yang berarti, ajaran untuk menaati dan mengikuti ajaran Islam yang dikehendaki oleh Allah untuk di ikuti oleh para manusia, dan menjadi ajaran yang membawa petunjuk manusia pada keadaan yang benar. Dengan begitu dapat diartikan bahwa Al-Qur’an adalah atmosfir dakwah.
“Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesunguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengatahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Karena itulah Al-Qur’an secara langsung mengenalisis dan memonitoring sebagai pendorang dan pakar para tabligh. Serta kajian yang hendak dipakai dalam proses dakwah serta metodenya, berikut adalah tehnik pelaksanaannya :
1.Dasasr-dasar metode dakwah dalam Al-Qur’an
Pada ayat di atas dapat disimpulkan bahwa metode dakwah yang digunakan adalah dengan cara :
a.Hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
b.Mauidah Hasanah ialah perkataan atau ucapan-ucapan yang baik yang berisi nasihat yang baik pula.
c.Berdiskusi dengan cara yang baik dari dikusi-didkusi yang ada.

2.Pendekatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ialah :
a.Pendekatan Personal
Ialah dakwah dengan cara menyampaikan kepada orang-orang terdekatnya.
b.Pendekatan Pendidikan
Ialah memberikan pengajaran atau bimbingan yang berisi pesan positif yang bisa di jadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
c. Pendekatan Penawaran
Sepert : Bai’ad Aqabah Pertama
Filsafat pendekatan penawaran
d.Pendekatan Misi
Ialah pengiriman tenaga da’i ke daerah di luar tempat tinggal Nabi SAW untuk mengajarkan Islam.Misi ini pada giliranya nanti juga dilakukan secara luas.Pada masa sahaba, khususnya para pemerintahan, Umar Bin Khatab, berikut ini adalah contoh misi yang pernah dilakukan oleh Nabi yaitu :
“ Mengirim tenaga Da’I ke daerah Yatsrib”
e. Pendekatan Korespondensi (Mukatabah).
Ialah memberikan surat yang berisi suruan untuk masuk Islam, tentang aturan-aturan yan wajib dikerjakan oleh orang-orang non muslim terhadap pemerintahan Islam.
f.Pendekatan Diskusi (Mujadalah).

B.Metode Monitoring
Monitoring yang dilakukan secara Al-Hikmah ialah pendekatan yang secara ucapan yang sedikit lafadz tapi banyak makna yang diterima.
Sebagai metode dakwah yang diartikan bijak sana akal budi yang mulia, dan lapang hati yang bersih, menarik orang kepada Agama Islam. Atau Tuhan.
Hikmah berjalan pada metode yang praktis, (Realistis) dalam melakukan suatu perbuatan. Maksudnya, ketika seorang Da’I akan memberikan ceramahnya pada saat tertentu, haruslah selalu memperhatikan realitas yangt terjadi di luar, baik pada tingkat intelektual, pemikiran, psikologis, maupun social. Semua harus menjadi acuan yang harus dipertimbangkan.
Ada sekelompok orang yang hanya memikirkan iklim dakwah yang penuh gairah dan berapi api.sementara, sementara sekelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk dan seimbang memberikan kesempatan kepada kaum intelektual untuk berfikir dalam rangka menumbuhkan ketenangan jiwa.Dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis.
1.Langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis yaitu :
a.Al-Mau’dzatil Hasanah
Adalah ungkapan yang mengandung unsure bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira atau pesan-pesan positif yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapat kseselamatan dunia dan akhirat.ini selalalu di gunakan dalam bentuk kelembagaan (Institusi) formal dan non formal, misalnya Nabi Kepada Umatnya, guru kepada muridnya.
b.Al-Mujdalahbil-Kah Hiya Ahsan
Merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh pihak secara energies, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

C. Evaluasi

1.Antara Kewajiban Dan Keberhasilan
Dalam menjalankan tugas dakwah, Nabi Muhammad SAW hanya berkewajiban menyampaikan ajaran Allah Kepada Umat manusia. Masalah apakah manusia kemudian akan mengikuti ajaran itu atau menolaknnya, hal Itu di luar tanggung Jawab Nabi. Untuk Allah Menegaskan :

“ Jika mereka masuk Islam sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan ( ayat-ayat Allah) ( QS.41:34)

Sebagai seorang yang memperoleh tugas dakwah, Nabi SAW memang berobsesi agar seluruh umat manusia masuk Islam.Tapi Nabi tidak punya kemampuan untuk memberikan taufiq sehingga seseorang menjadi mu’min dan taat kepada Allah. Hanya sebatas memberikan penerangan dan bimbingan kepada seseorang.
2.Kriteria Keberhasilan Dakwah
Dakwah dapat dikatan berhasil apabil seorang lawan sudah menjadi kawan, atau dengan kata lain seorang non muslim telah menjadi muslim.
Allah Berfirman :
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia.”(QS.: 41: 34).


Kalau hal itu memang benar-benar berhasil, tentu itu bukan lagi sekedar berhasil tapi lebih dari sekedar berhasil. Karena ketika Beliau wafat, jumlah para sahabat yang beriman kepada ajaran Beliau tidak kurang dari 114000 orang.
3Rahasia Keberhasilan Dakwah Nabi
•Adanya konsisten dengan etika dakwahnya.
•Adanya keteladanan (uswah, qudwah) yang Beliau berikan kepada para sahabat.

Filsafat Umum

ontoogi,epistimologi dan aksiologi

A.ONTOLOGI
Tokoh yang membuat istilah ontologi adalah Christian Wolff (1679-1714). Istilah ontologi
berasal dariYunani yaitu Ta onta berarti yang ada, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada.
Persoalan dalam keberadaan menurut Ali Mudtofir (1996) ada tiga pandangan yang masing-masing menimbulkan aliran yang berbeda.
Tiga segi pandangan itu adalah sebagai berikut :
1.keberadaan dipandang dari segi jumlah (kualitas).
Pandangan ini melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai jawabannya, yaitu sbb :
a.monisme
Aliran yang menyatakan bahwa hanya satu kenyataan fundamental. Tokohnya antara lain : Thales (625-545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu substansi, yaitu air. Anaximander (610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah Apeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tidak dapat ditentukan dan tidak memiliki persamaan salah satu benda yang ada dalam dunia.
b.Dualisme (serba dua)
Aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah : Plato (428-348 SM), yang membedakan dua dunia, yaitu dunia indra (dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia). Rene Descartes (1596-1650 M) yang membedakan substansi pikiran dan substansi keluasan.
c.Pluralisme (serba banyak)
Aliran yang tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi. Para filsuf yang termasuk Pluralisme di antaranya : Empedokles (490-430 SM) yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas empat unsure, yaitu udara, api, air dan tanah. Anaxagoras (500-428 SM) yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas unsure-unsur yang tidak terhitung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya di kuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan Nous.
2.Keberadaan di pandang dari segi sifat (kualitas)
Keberadaan di pandang dari segi sifat (kualitas) menimbulkan beberapa aliran sebagai berikut :
a.Spritualisme
Spritualisme mengandung beberapa arti yaitu :
•Ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh (Pneuma, Nous, Reason, Logos), yakni yang mengisi dan mendasari seluruh alam.
•Kadang-kadang dikenakan pada pandangan Idealistis yang menyatakan adanya roh mutlak.
•Di pakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama.
b.Materialisme
Adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu nyata kecuali materi pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi yang dapat di kembalikan pada unsur-unsur fisik.
Tokoh aliran ini antara lain Demokrites ( 460-370 sm) berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun, atas atom-atom kecil yang memiliki bentuk dan badan. Thomas Hobbes ( 1588-1679) berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak dari materi, Bigi Thomas Hobbes, Filsafat sama dengan Ilmu yang mempelajari benda-benda.



3.Keberadaan di pandang dari segi proses, kejadian, atau perubahan.
Aliran yang berusaha menjawab persoalan ini adalah sebagai berikut:
a.Mekanisme
Menyatakan bahwa semua gejala dapat di jelaskan berdasarkan asas-asas mekanik semua peristiwa semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat di jelaskan menurut kaedah. Pandangan ini di anut oleh Galileo Galilei (1564-1641) dan filsuf lainnya dalam abad ke 17 sebagai filsafat mekanik..

b.Teologi (serba-tujuan)
Berpendirian bahwa yang berlaku jalan, kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.

Menurut Aristoteles, untuk melihat kenyataan sesungguhnya kita harus memahami empat sebab, yaitu sebab bahan (material cause), sebab bentuk (formal cause), sebab kerja (efficient cause), dan sebab tujuan (final cause).

c.Vitalisme
Memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika, kimiawi, karena hakekatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme seperti Henry Bergson (1859-1941) menyebutkan clan vital.
Organisme, aliran ini biasanya dilawankan dengan mekanisme dan vitalisme. Menurut organisme, hidup adalah suatu struktur yang dinamis suatu kebetulan yang memiliki bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya sistem yang teratur. Semua bagian bekerja dibawah kebulatannya.

B.EPISTEMOLOGI
A.Pengertian Epistemologi
Istilah epistemologi di pakai pertama sekali oleh J.F. Feriere yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemology dan antologi (matefisika umum).
Epistemologi berasal dari kata yunani, episteme dan logos. Epistime biasanya diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etemologi dapat di artikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa inggris menjadi theory of knowledge.
Istilah-istilah lain yang setara maksudnya dengan epistemology dalam berbagai kepustakaan. Filsafat kadang-kadang disebut juga logika material, criteriology, kritikan, pengetahuan, gnosiology dan dalam bahasa Indonesia lazim dipergunakan istilah filsafat pengetahuan (Abb as Hamami M.1982, hlm.1).
1.Logika Material
Istilah logika material sudah mengandalkan adanya ilmu pengetahuan yang lainyang disebut logika formal. Sesungguhnya istilah logika material ini secara khusus hanya terdapat pada kepustakaan kefilsafatan Belanda.
Apabila logika formal menyangkut dengan bentuk pemikiran maka logika material menyangkut isi pemikiran. Dengan perkataan lain, apabila logika formal yang biasanya disebut logika berusaha untuk menyelidiki dan menetapkan bentuk pemikiran yang masuk akal, logika material berusaha untuk menetapkan kebenaran dari suatu pemikiran ditinjau dari segi isinya.
2.Kriteriologia
Istilah kriteriologia berasal dari kata kriterium yang berarti ukuran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah ukuran untuk mendapatkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan tertentu.Dengan demikian, kriteriologia merupakan sustu cabang filsafat yang berusaha untuk menetapkan benar tidaknya suatu pikiran atau pengetahuan berdasarkan ukuran tentang kebenaran.
3.Kriteria Pengetahuan.
Istilah kritikan pengetahuan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan istilah kriteriologi yang dimaksud kritika disini adalah sejenis usaha manusia untuk menetapkan, apakah sesuatu pikiran atau pengetahuan manusia itu sudah benar atau tidak benar dengan tujuan meninjaunya secara sedalam-dalamnya.


4.Gnosesologia
Istilah gnoreologi berasal dari kata gnosis dan logos. Dalam hal ini gnosis berarti pengetahuan, yang bersifat keIlahian, sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan.
5.Filsafat Pengetahuan
Secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan.
J.A Niels mulder menuturkan epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan.

B.Arti Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuanya adalah suatu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang tidak diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin di ketahuinya itu.Oleh karma itu,pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang di hadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya.
Semua pengetahuan hanya di kenal dan ada di dalam pikiran manusia tanpa pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pengetahuan, dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahwa (dalam Rizal Mustansyir ddk 2001) menyebutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu sebagai berikut :
a)Mengamati (observes), pikiran berperan dalam mengamati objek-objek.
b)Menyelidiki (inquires): ketertarikan pada objek di kondisikan oleh jenis-jenis objek yang tampil.
c)Percaya ( belives) manakala suatu objek muncul dalam kesadaran objek-objek itu di terima sebagai objek yang menampak.
d)Hasrat (diseres): kodrat hasrat ini mencakup kondisi biologis serta psikologis dan interaksi di alektrik antara tubuh dan jiwa .
e)Maksud (intends): kendatipun memiliki maksud ketika akan mengobservasi, menyelidiki, mempercayai, dan berhasrat, namun sekaligus perasaan nya tidak berbeda atau bahkan terdorong ketika melakukanya.
f)Mengatur (organizez): setiap pikiran adalah suatu organisme yang teratur dalam diri seseorang.
g)Menyesuaikan ( adapts): menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan sosial dan cultural dan keuntungan yang terlihat pada tindakan, hasrat, dan kepuasan.
h)Menikmati (enjoys): pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan.

C.Terjadinya Pengetahuan
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan bewarna pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat a priori atau a posteriori. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. ( Abbas Hamami M,1982, hlm.11)
Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada 6 hal yaitu sebagai berikut :
1)Pengalaman Indra ( sense experience)
2)Nalar (reason)
3)Otoritas ( authority)
4)Intuisi (intuition)
5)Wahyu (revelation)
6)Keyakinan (faith)
D.Teori Kebenaran

Dalam pengembangan pimikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah di mulai sejak plato yang kemudian di teruskan oleh Aristoteles. Plato memulai metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal.
Secara tradisional teori-teori kebenaran itu adalah sebagai berikut :
1)Teori kebenaran saling berhubungan (coherence theory of truth).
Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika dengan pernyataan yang bersifat logis.
2)Teori kebenaran saling berkesesuaian (correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran konsep podensi paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan aristoteles yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang di kenal oleh subjek.
3)Teori kebenaran Inhorensi ( Inhorent Theory of Truth)
Kadang-kadang teori ini di sebut teori pragmatis pandanganya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
4)Teori kebenaran Berdasarkan Arti (semanbic Theory of Truth).
Teori kebenaran semantik di anut oleh paham filsafat analitika bahasa yang di kembangkan paska filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula dari filsafat analitika Bahasa .
5)Teori Kenaran Nondeskripsi.
Teori kebenaran nondeskripsi di kembangkan oleh penganut Filsafat Fungsionalisme.
6)Teori kebenaran sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis berpangkat tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang di pakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekat.
7)Teori kebenaran Logis yang berlebihan ( Logical superfluity of Truth)
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pembosanan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenaranya memiliki derajat logis yang sama masing-masing saling melingkupinya.

E.Jenis-jenis Pengetahuan
Pengetahuan menurut soejono soemargono ( 1983) dapat di bagi atas :
1.Pengetahuan non ilmiah
2.Pengetahuan Ilmiah

Jenis pengetahuan dapat dilihat menurut pendapat plato dan aristoteles plato membagi pengetahuan menurut tingkatan pengetahuan, sesuai dengan karakteristik objeknya.pembagiannya adalah sebagai berikut.
1.Pengetahuan Eikasia ( khayalan)
Tingkatan yang paling sderhana disebut pengetahuan elkasia, yakni pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran
2.Pengetahuan pistis ( substansial)
Suatu tingkat di eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan substansial.
3.Pengetahuan Dianonya (matematika)
Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini adalah tingkat yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikir.
4.Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan tingkat tertinggi disebut noesis pengetahuan yang objeknya arhe yakni prinsip-prinsip utama yang mencakup epistemologis dan melafisik.

C.AKSIOLOGI

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian, atau keseimbangan alam.

DAFTAR PUSTAKA
- Drs. Sunajiyo, Ilmu Filsat Suatu Pengantar, Diterbitkan oleh, PT Bumi Aksara, Jakarta.
- Drs. Surajiyo, Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia, diterbitkan oleh PT Bumi, Aksara, cet.2. Jakarta, 2008.


.

pendidikan,filsafat dan akhlak,,,,,

Dalam banyak hal, tuntutan profesionalisme amat mempengaruhi iklim pendidikan modern. Suatu sistem pendidikan dikatakan baik apabila mampu menyediakan kesempatan kondusif bagi kelahiran para profesional dalam bidang tertentu. Makin banyak spesialis yang dihasilkan makin berkualitas sistem itu. dan keberhasilan suatu sistem pendidikan ditentukan oleh output-nya yang profesional. Disatu pihak, tuntutan profesionalisme memberikan kontribusi besar bagikemajuan masyarakat. Dengan lahirnya para profesional dari rahim sistem pendidikan, masing-masing bidang kehidupan dipacu berkembang lebih baik. Dii pihak lain, tuntutan profesionalisme yang terlampau tinggi hanya akan menghasilkan ilmuwan yang tinggal dalam menara gading, ahli yang terkurung dalam alur tertentu dan tunaaksara dalam alur lain. Akibatnya, laju perubahan dalam masyarakat tidak diimbangi oleh visi yang holistik untuk memadukan, mengarahkan, dan memberi makna kepada kemajuan itu. Lantas, bagaimana cara menjodohkan "peluang dan tantangan" ini dalam suatu sistem pendidikan? Profesionalisme, pada prinsipnya, pembedahan ulang atas satu benih diskusi yang sudah ada selama manusia bertumbuh dalam kesadaran akan berbagai realitas di luar dirinya. Jadi, benih profesionalisme sebetulnya sudah ada sejak manusia dilahirkan sebagai pribadi unik, mempunyai bakat dan kemampuan berbeda dari orang lain. Sejak itu, seorang manusia disiapkan menjadi tenaga profesional yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Ia tidak bisa dimodifikasi menjadi profesional dalam segala bidang kehidupan manusia. Manusia telah ditakdirkan untuk menjadi ahli dalam bidang tertentu. Benih profesionalisme bertumbuh kian besar dan kokoh saat ilmu-ilmu mendeklarasikan kemandiriannya dari ikatan mater scientiarum. Ilmu-ilmu menjadi kian terspesialisasi dan menuntut dikuasai dengan kemampuan khusus. Dia membangun batas-batas dalam hal metode kerja dan tidak boleh dilanggar kedaulatannya apalagi dicampurbaurkan dengan metode dan cara kerja ilmu lain. Karena itu, seorang manusia jarang, bahkan tidak mungkin, menguasai mendalam semua ilmu yang ada. Ia hanya bisa menjadi ahli di bidang ilmu tertentu. Dalam dunia modern, benih profesionalisme amat kuat dan merasuki seluruh lapisan masyarakat. Setiap manusia sadar bahwa dirinya menjadi profesional hanya dalam bidang tertentu. Ia menyadari keterbatasannya. Demikianlah profesionalisme merupakan kesadaran diri manusia sebagaii makhluk terbatas dan menjadi sahabat manusia modern. Tuntutan profesionalisme juga mempengaruhi atmosfer pendidikan di dalamnya. Dunia pendidikan terdorong menghasilkan ahli-ahli yang profesional dalam bidang khusus. Suatu sistem pendidikan dikatakan baik dan bermutu apabila memberi peluang besar bagi pembentukan tenaga profesional. Sistem itu harus menghasilkan output yang bisa secara benar menyandang profesi tertentu dan menyiapkan peserta didik untuk karier tertentu. Secara diam-diam asumsi ini dianut masyarakat kita. Suatu asumsi yang mendesak dunia pendidikan untuk menerapkan sistem yang lebih terfokus, terutama dalam wilayah tingkat pendidikan tinggi.
Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget ( 1896 ) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umunya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Ilmu disebut juga pedagogik, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu ” Pedagogics ”. Pedagogics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ” pais ” yang artinya anak, dan ” again ” yang artinya membimbing. Poerbakwatja dan Harahap ( 1982 : 254 ) mengemukakan pedagogik mempunyai dua arti yaitu : (1) peraktek, cara sesorang mengajar; dan (2) ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, dan mengawasi pelajaran yang disebut juga pendidikan.

1.2. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui
1.Anggaran Pendidikan
2.Filsafat pendidikan
3.Akhlaq Pendidikan

1.2. Defenisi Pendidikan
Ada beberapa pendapat para ahli yang menyatakan tentang Pendidikan yaitu :
Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi) praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukuan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Langkah-langkah dan sasaran pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru menurut Rogers adalah meliputi : guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur, guru dan siswa membuat kontrak belajar, guru menggunakan metode inquiri atau belajar menemukan (discovery learning), guru menggunakan metode simulasi, guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain, guru bertindak sebagai fasilitator belajar dan sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreatifitas dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono, 1999:17).
Jadi dapat ditegaskan belajar menurut Carl R. Rogers adalah untuk membimbing anak kearah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk, dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung jawab sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di pelajari dengan memberi anak didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam konteks belajar.
Orang yang memberikan bimbingan kepada aak disebut pembimbing atau ” pedagog”, dalam perkembangannya, istilah pendidikan ( pedagogy ) berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan kepada anak oleh orang dewasa secara sadar dan bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan kemudian tumbuh konsep pendidikan seumur hidup ( lifelong education ), yang berarti pendidikan berlangsung sampai mati, yaitu pendidikan berlangsung seumur hidup dalam setiap saat selama ada pengaruh lingkungan. Untuk memberi pemahaman akan batasan pendidikan berikut ini dikemukakan sejumlah batasan pendidikan yang dikemukan para ahli yaitu :
(1) Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 ).
(2) Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan ( McLeod, 1989 ).
(3) Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ( Mudyahardjo, 2001:6 )
(4) Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan ( Muhibinsyah, 2003:10 )
(5) Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan ( seperti sekolah dan madrasah ) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya ( Dictionary of Psychology, 1972 ).
(6) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( UUSPN No. 20 Tahun 2003 ).
Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana soyogyanya pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dari praktek pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakekatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi subjek didik.

2.1. Anggaran Pendidikan
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuhsampai lima belas tahun.Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain,UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.
Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp 1.037.067.338.120.000,00. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945.
Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, Yang Bertentangan Dengan UUD 1945.
Sedangkan pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui beIanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Untuk yang melaui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran ,Sementara untuk yang melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.Terhadap anggaran pendidikan yang kian tahun kian membesar tidaklah dapat dijadikan rujukan satu-satunya untuk menilai bahwa pemerintah telah menunjukan komitmennya secara serius.Sebab di saat yang bersamaan, kenaikan juga terjadi pada sektor-sektor lainnya, bahkan ada yang jauh lebih besar dari sektor pendidikan itu sendiri. Sehingga posisi persentase anggaran pendidikan tidak bergeser naik jauh dari tahun-tahun sebelumnya.Selain tidak dipatuhinya dua kali putusan Mahkamah, lemahnya komitmen ditunjukan pula dengan terjadinya perubahan skenario anggaran secara sepihak terhadap kesepakatan yang pernah dibuat antara Pemerintah dengan komisi Komisi X DPR RI. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPD RI berdasarkan Keputusan No. 26/DPD/2006 agar pemerintah berupaya menggunakan sisa anggaran tahun lalu sebesar 57 triliun untuk anggaran pendidikan tidak juga direspon dengan cukup baik. Begitu pula dengan surat khusus yang disampaikan oleh Sekjen Education International (EI), Fred van Leuwen, kepada Presiden yang sengaja “menyentil” kebijakan pemerintah dengan membandingkan anggaran pendidikan negara tetangga yaitu Malaysia (20%) dan Thailand (27%), belum juga berbuah hasil. Indikasi lemahnya komitmen ini juga dirasakan oleh Mahkamah dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa Pemerintah dan DPR belum melakukan upaya yang optimal.

2.2. Filsafat Pendidikan
Suatu usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan tanpa menggunakan kearifan (wisdom) dan kekuatan filsafat ibarat sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk gagal. Persoalan pendidikan adalah persoalan filsafat. Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan adalah akhir dari filsafat, yaitu kearifan (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari pendidikan, yaitu pencarian (inquiry), yang akan mengantar seseorang pada kearifan.Filsafat pendidikan memang suatu disiplin yang bisa dibedakan tetapi tidak terpisah baik dari filsafat maupun juga pendidikan, ia beroleh asupan pemeliharaan dari filsafat. Ia mengambil persoalannya dari pendidikan, sedangkan metodenya dari filsafat. Berfilsafat tentang pendidikan menuntut suatu pemahaman yang tidak hanya tentang pendidikan dan persoalan-persoalannya, tetapi juga tentang filsafat itu sendiri. Filsafat pendidikan tidak lebih dan tidak kurang dari suatu disiplin unik sebagaimana halnya filsafat sains atau sains yang disebut mikrobiologi.Filsafat secara ringkas berkenaan dengan pertanyaan seputar analisis konsep dan dasar-dasar pengetahuan, kepercayaan, tindakan, dan kegiatan. Jadi dalam filsafat terkandung pengertian dua hal, yaitu :
(1) analisis konsep
2) pendalaman makna atau dasar dari pengetahuan dan sejenisnya.
Dengan menganalisis suatu konsep, hakikat makna suatu kata dieksplorasi baik secara tekstual dengan padanannya maupun juga secara kontekstual dalam penggunaannya. Sehingga akan terkuak dimensi-dimensi moral yang khas dalam pemakaiannya, yang membedakannya dari kata yang lainnya. Jadi, memasukkan makna suatu kata sebagai konsep yang khas dalam kesadaran sehingga memiliki asumís-asumsi moral guna membantunya lebih cermat dalam fungsionalisasinya.Analisis konseptual akan mengantar kita pada setidaknya 2 hal penting: (1) memungkinkan kita melihat secara lebih jernih bagaimana suatu konsep terkait tidak saja dengan konsep-konsep lainnya tetapi juga dengan bentuk-bentuk kehidupan sosial yang berada pada jaringan asumsi-asumsi yang saling bertautan seperti tanggung jawab manusia, hak-hak yang terkait dengan kewenangan, dan peran penderitaan dalam kehidupan kita. Hal tersebut akan mengantar kita pada pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan sosial kita. (2) dengan memahami struktur konseptual tertentu, akan memungkinkan kita untuk bisa mencermati asumsi-asumsi moral terkait isu yang ada. Diskusi tentang ini akan mengantar kita lebih jauh pada filsafat moral.
2.3. Akhlak Pendidikan
Akhlak adalah kelakuan, yang mana akhlak di sini adalah berupa kelakuan manusia yang sangat beragam, keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruknya suatu perbuatan manusia itu sendiri.Akhlak merupakan suatu perbuatan yang bertujuan jelas yaitu : untuk memperbaiki pribadi muslim sehingga bisa melaksanakan Islam dengan sebaik-baiknya, adapun perbaikan yang dimaksud di sini adalah : segala sesuatu yang sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Al Qur’an dari Hadits Nabi SAW.
Merujuk pada sebuah ayat Al Qur’an surah Al Ahzab yang artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu ……
Yang mana salah satu sumber suri teladan adalah perilaku Rasul SAW yang mana Rasulullah SAW dengan kehadirannya di muka bumi ini sebagai sesorang yang diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Akhlak merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan mempunyai tugas yang jelas dan dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah : Jalan menuju kebahagiaan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.
Keluarga Muhammad SAW telah menanamkan ajaran-ajaran yang membimbing kita menuju kebahagiaan yang diimpikan semua orang. Bahkan lebih dari itu, kita dapat mengambil faedah dari Akhlak yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan keluarganya untuk berhias diri dengan ajaran Rasul SAW, serta membentuk keperibadian kita pada sosoknya yang paling baik, paling cemerlang dan suci.
Al-Mufadhdhal bin Umar meriwayatkan dari Al-Shadiq yang mengatakan : “Hendaklah kamu sekalian memiliki akhlak mulia, karena sesungguhnya Allah SWT mencintainya, dan hendaklah kalian menjauhkan diri dari perangai buruk karena Allah SWT membencinya.”
2.3.1. Akhlak Islami
1. Di antara Akhlak Rasulullah SAW.
Akhlak Rasulullah SAW adalah : Al Qur’an. Beliau membenci apa yang dibenci Al Qur’an dan merasa senang apa yang disenanginya. Tidak dendam dan marah kepada seseorang kecuali jika melakukan hal-hal yang diharamkan Allah SWT, sehingga kemurahannya karena Allah SWT.
Rasulullah SAW merupakan orang yang paling jujur ucapannya, paling memenuhi tanggung jawabnya, paling lembut perangainya, paling mulia pergaulannya, lebih pemalu dari perwan pingitan, rendah hati dan selalu berpikir, tidak keji dan tidak pengutuk, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan tapi membalasnya dengan memberi maaf dan jabat tangan, barangsiapa meminta suatu kebutuhan maka tidak pernah ditolaknya dengan hati kasar dan sikap keras,tidak pernah memotong pembicaraan orang lain kecuali jika bertentangan dengan kebenaran sehingga memotong pembicaraannya dengan larangan atau berdiri, tidak menganggap bohong kepada sesorang, tidak dengki kepadanya dan tidak memintanya untuk bersumpah.
Rasulullah SAW menjaga tetangganya dan menghormati tamunya, waktunya tidak pernah berlalu tanpa beramal untuk Allah SWT atau mengerjakan sesuatu yang harus dikerjkan. Cinta kepada optimisme dan benci kepada pesimistisme, jika ada dua pilihan maka beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya selama tidak merupakan dosa. Senang menolong orang yang membutuhkan dan membantu orang yang teraniaya.
Rasulullah SAW juga senang kepada sahabat-sahabatnya, bermusyawarah dengan mereka, dan memeriksa mereka, barangsiapa sakit dikunjunginya, barangsiapa tidak hadir diundangnya, barangsiapa meninggal dunia dido’akannya serta menerima alasan orang yang uzur kepadanya. Baginya orang yang kuat dan orang yang lemah mempunyai hak yang sama. Beliau juga berbicara, jika orang menghitung pembicaraannya tentu akan dapat menghitungnya karena kefasihah dan pelannya. Di samping itu beliau juga bergurau dan tidak mengucapkan sesuatu kecuali kebenaran.
2. Sopan Santun dan Kerendahan Hati Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling sayang dan hormat kepada para sahabatnya, memberi tempat lapang kepada mereka jika kesempitan, memulai salam kepada orang yang dijumpai, dan jika berjabat tangan dengan sesorang tidak pernah melepaskan sebelumorang tersebut melepaskan tangannya.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling rendah hati, jika berada bersama pada suatu kaum dalam mejelis selalu duduk bersama mereka dan tidak berdiri sebelum majelis selesai. Setiap yang duduk bersama beliau diberi haknya masing-masing sehingga tidak seorangpun yang merasa bahwa orang lain lebih mulia daripada dirinya di hadapan Rasulullah SAW. Jika sesorang duduk didekatnya, beliau tidak berdiri sebelum orang tersebut berdiri kecuali jika ada urusan yang mendadak, maka beliau meminta izin kepadanya.
Rasulullah SAW benci kepada orang yang berdiri menghormatinya. Dari Anas bin Malik ra berkata : “ Tak seorangpun yang mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada Rasulullah SAW, tapi jika mereka melihat Rasulullah SAW, mereka tidak berdiri untuk menghormati beliau karena beliau benci hal yang demikian” ( HR Ahmad dan At Tirmidzi ).
Beliau menyenangi hal-hal yang baik dan tidak suka kepada hal-hal yang tidak baik seperti bawang putih dan bawang merah atau yang serupa dengannya, beliau haji sambil mengatakan :
“Ya Allah SWT, ini adalah benar-benar haji yang tidak ada riya dan tidak mencari popularitas di dalamnya “ ( HR Maqdisi ).
2.3.2. Teladan Nabi
Yang Maha Agung berfirman dalam Al-Qur’an “ Sesungguhnya telah ada pda (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah SWT” (QS. Al-Ahzab : 21)
Salah satu sumber “suri teladan” adalah perilaku Rasulullah Swt satu dari sekian banyak rahmat Allah Swt dan bagian dari kebanggaan kita sebagai umat Islam, dibandingkan dengan pengikut agama lain, terletak pada fakta bahwa sebagian besar perkataan otentik Rasulullah (sesuatu yang tidak kita ragukan lagi diucapkan langsung oleh Rasulullah) sekarang masih berlaku bagi kita.
Bukan hanya perkataan-perkataan beliau saja yang mengandung makna yang tersembunyi, bahkan perilaku Rasulullah Saw sendiri merupakan subjek untuk penafsiran yang sudah seharusnya direnungkan secara mendalam. Dalam Al-Qur’an dikatakan : “Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah Saw itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah Swt dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut nama Allah Swt ( QS. Al-Ahzab : 21)
Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-Qur’an di atas, perilaku Rasulullah Swt adalah suri teladan bagi pengikutnya. Keberadaan beliau bagaikan sebuah sumber atau titik pusat semua tindakan dan hukum. Riwayat kehidupan Rasulullah Swt bukan untuk kepentingan cerita semata, tetapi lebih penting lagi adalah penafsiran dan penerapan perilaku yang beliau contohkan untuk kita.

3.1. Kesimpulan
Dari hasil makalah dapat disimpulkan bahwa Ada beberapa pendapat para ahli yang menyatakan tentang Pendidikan yaitu :
Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi) praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukuan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
(1) Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 ).
(2) Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan ( McLeod, 1989 ).
(3) Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ( Mudyahardjo, 2001:6 )
(4) Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan ( Muhibinsyah, 2003:10 )
(5) Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan ( seperti sekolah dan madrasah ) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya ( Dictionary of Psychology, 1972 ).

Rabu, 14 April 2010

Kurikulum dan Pengembangannya!!

PENDAHULUAN

Pada dasarnya kurikulum ditentukan oleh Guru (tenaga kependidikan). Guru pelatih Widyaswara) turut serta menyusun kurikulum, duduk dalam suatu panitia pengembangan panitia pengembangan kurikulum atau memberikan masukan kepada panitia pengembangan kurikulum. Prosedur apapun yang di tempuh dalam pengembangan kurikulum, guru tetap memegang pada peranan yang penting, karena guru merupakan unsur yang penting yang menentukan berhasil atau gagalnya pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan (sekolah). Guru terlibat langsung secara aktif dalam pelaksanaan kurikulum bersama para siswa, guru menentukan topic pengajaran bahan-bahan yang akan diajarkan, metode yang di gunakan, alat yang dipilih dan dipergunakan serta mengevaluasi hasil pelaksanaan kurikulum.
Guru memegang peranan penting dalam penyusunan dan pelaksanaan kurikulum, dan oleh karenanya guru harus memahami dangan baik masalah kurikulum.
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah di tetapkan.

PEMBAHASAN

PRINSIP DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KURIKULUM.
1.Prinsip yang mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Ada berbagai prinsip pengembangan kurikulum yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum tersebut pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau kita dapat menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu tidak mustahil bahwa suatu kurikulum menggunakan prinsip-prinsip yang berlainan dengan yang di gunakan kurikulum lain. Berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut diantaranya :
a.Prinsip relevansi.
Pengembangan kurikulum dengan memilih jabarah komponen-komponen kurikulum agar sesuai (relevan) dengan berbagai tuntutan maka pada saat itu ia sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum. Relevansi berarti sesuia antara komponen tujuan. Isi / pengalaman belajar organisasi, dan evaluasi kurikulum dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang didealkan Nana sy, sukaminata ( 1988-167-168) membedakan relevansi menjadi 2 macam :
a.Relevansi keluar maksudnya kujuan,isi dan proses belajara yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
b.Relevasi kedalam maksudnya terjalin relevansi diantara komponen-konponen kurikulum, tujuan isi, proses penyampaian dan isi.

b.Prinsip Kontinuitas
Komponen kurikulum yakni tujuan, isi pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi dikembangkan secara berkesinambungan. Prinsip kontinuitas atau berkesinambungan menghendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara vertical dan berkesinambungan secara horizontal. Subtansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompentensi, bidang lanjutan kenmelan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.

c.Prinsip Fleksibilitas
Para pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai.

d.Prinsip orientasi pada tujuan.
Dosen berusaha agar semua kegiatan kurikuler ditunjukan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.

e.Prinsip efisiensi
Dosen berusaha agar supaya segala kegiatan kurikuler dapat diselenggarakan dengan menggunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain dengan sehemat-hematnya, tetapi dengan hasil kegiatan kurikuler yang memadai.

f.Prinsip efektivitas
Dosen berusaha agar supaya segala kegiatan kurikuler dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah di rumuskan tanpa melakukan kegiatan –kegiatan yang kurang perlu.

g.Prinsip berusaha agar supaya semua kegiatan kurikuler mempunyai arah dan tujuan yang sama, sehingga suatu kegiatan kirikuler jangan sampai bertentangan atau menghambat kegitan-kegiatan kurikuler lain.

h.Prinsip objektivitas
Dosen berusaha agar setiap kegiatan kurikuler dilaksanakan dengan pedoman pada kebenaran ilmiah dan jangan sampai terbawa oleh pengaruh-pengaruh enosial dan rasional.

I.Prinsip Demokrasi
Dosen berusaha agar supaya pelaksanaan kurikuler di kelola secara demokratis.
Dengan pesatnya perkembangan Ilmu pegetahuan dan teknologi, maka satu hal yang sangat penting bagi dosen dalam pengembangan kurikulum ialah berusaha agar materi kurikulum bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi mdern dan agar materi kurikulum senantiasa berada dalam proses pembahuruan.

2.Faktor- Faktor yang mempegaruhi pengembanagan kurikulum.

Ada lima faktor penting yang mesti diperhatiakn dalam pengembangan kurikulum, ialah :
1.Filsafat pendidikan
2.Masyarakat
3.Siswa
4.Proses belajar, dan
5.bentuk kurikulum



a.Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan nilai-nilai atau cita-cita itulah ditetapkan akan dibawa kemana pendidikan peserta didik. Filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat tentang manusia ideal. Karena itu, Filsafat pendidikan menjadi landasan dalam upaya menentukan kelompok tujuan dan prinsip –prinsip untuk menentukan pengalaman-pengalaman yang bersifat mendidik.

b.Masyarakat
Sekolah yang mendidik siswa menjadi warga masyarakat yang modern harus menyesuaikan kurikulumnya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu. Masyarakat yang sedang membangun dimana diperlukan tenaga-tenaga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, menghendaki agar kurikulum disekolah dapat memenuhi aspirasi tersebut dengan sebaik-baiknya.

c.Siswa dan proses belajar
Didalam pembinaan kurikulum siswa dan proses belajar harus menjadi landasan dalam arti bahwa kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa. Kurikulum yang dan tingkat perkembangan siswa. Kurikulum seimbang ialah apabila kurikulumitu dapat di hayati oleh siswa dan mengarahkan ketinakan perkembangan ketingkat yang lebih dewasa yakni terbentuklah prodi yang terintegrasi.

d.Bentuk-bentuk kurikulum
Organisasi kurikulum terdiri dari berbagai bentuk, dan masing-masing memiliki cirri-cirinya tersendiri.
1)Mata pelajaran yang terpisah –pisah (isolated subjects)
Kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah –pisah : sejarah Ilmu bumi, Ilmu pasti, bahasa Indonesia.

2)Mata pelajaran Mata pelajaran berkoreksi (correlatea)
Korelasi ini dilakukan sebagai usaha untuk menguji kelemahan dan pemisahan mata pelajaran.caranya dengan menyampaiakan poko-pokok yang bersamaan dilantah dua atau lebih mata pelajaran yang sedang di pelajari.

3)Broad Field.
Bebarapa mata poelajaran yang sejenis, yang memiliki cirri-ciri yang sama dikorelasikan dalam satu bidang luas.misalnya : Broad Field bahwa meliputi membaca, bercerita, mengarang, bercakap-cakap .

4)Program yang berpusat pada siswa (child centered program).
Program ini adalah orientasi baru dimana kurikulum menitik beratkan kepada kegiatan-kegiatan siswa bukan kepada mata pelajaran. Buruh mempersiapkan program yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menyajikan kehidupan bermain siswa. Misalnya ekskursi dan cerita.
5)Core Program
Core artinya inti atau pusat. Core program adalah suatu program inti, berupa suatu unit atau masalah-masalah ini diambil dari suatu mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam hubungan pemecahan masalah. Cirri arti suatu core program, ialah sebagai berikut :
a.Kelas dibagi menjadi dua periode yang sama setiap hari .
b.Rencana waktu bersifat fleksibel.
c.Seorang guru bertanggung jawab mengajar the core class, biasanya untuk selama dua tahun.
d.Guru dan murid bekerja sama memilih masalah dan bahan-bahan untuk unit kerja.
e.Kegiatan-kegiatan belajar dihubungkan dengan kemampuan, minat dan kebutuhan murid-murid dan kemungkinan susunannya didalam kegiatan-kegiatan diluar sekolah.
f.Mata pelajaran mata pelajaran dijadikan alat untuk mencapai tujuan dan pemecahan masalah.
g.Menggunakan bahan-bahan seperti : AVA, Sumber-sumber masyarakat, seni dan sebagainya.
h.Teknik pemecahan masalah disesuaikan bersama oleh guru dan murid dalam perencanaan, pemecahan masalah, diskusi kelompok, dan penilaian hasil belajar untuk mencapai tujuan.
i.Murid-murid ikut aktif dalam berbagai jenis kegiatan dalam rangka memecahkan masalah.
j.Guru menggunakan bermacam-macam alat dan teknik evaluasi terhadap perubahan kelakuan kepada siswa, murid menilai diri sendiri ( Self Evaluation ) berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan bersama.

6)Elektric Program
Elektric program adalah suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang berusul pada mata pelajaran dan yang berpusat pada siswa. Caranya ialah dengan memilih unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada kedua jenis organisasi tersebut, kemudian unsur-unsur tersebut di intergrasikan menjadi suatu program. Program ini sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemantasan siswa.
Scope dan Seguence-nya telah ditentukan sebelumnya dan kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian waktu disesuaikan untuk pengajaran langsung, misalnya pengajaran keterampilan dan sebagian waktu lainnya disediakan untuk unit kerja misalnya ilmu pengetahuan sosial. Selain itu disediakan kesempatan untuk kerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan berbagai pengertian. Pembagian waktu disesuaikan untuk mencapai tujuan, karena itu bersifat fleksibel.

PENUTUP
Kesimpulan :
1.Prinsip yang mempengaruhi pengembangan kurikulum.
a.Prinsip relevansi
b.Prinsip Kontinuintas
c.Prinsip fleksibelitas
d.Prinsip Orientasi pada tujuan
e.Prinsip efisein
f.Prinsip efektifitas
g.Prinsip sinkronisasi
h.Prinsip objektifitas
i.Prinsip demokrasi

2.Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum.
1.Filsafat pendidikan
2.Masyarakat
3.Siswa
4.Proses belajar
5.Bentuk kurikulum

SARAN
-Agar dapat menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya dan menambah ilmu pengetahuan.
-Agar dapat pengembangan prinsip-prinsip yang harus dipakai khususnya pendidik.

Bahan Bacaan
-Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ) dan sukses dalam sertifikasi guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
-Dimayati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
-Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Angsara.

Pendidikan Islam dan Tantangannya

PENDAHULUAN
1.LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGAN MODERN
A.Pengertian Pendidikan Islam dan lembaga pendidikan islam.
Pendidikan Islam adalah usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide. Pembentukan pribadi muslim
Pendidikan Islam itu sangat penting dilakukan di dalam kehidupan ini, karna pendidikan itu dapat merubah sikap seorang serta menjadikan seseorang itu menjadi terarah. Karna syariat Islam itu tidak akan dibanatu dan diamalkan orang kalau hanya di ajarkan saja. Tetapi harus di didik melalui proses pendidikan.
Agar terlaksanakan nya Islam dengan baik dan dapat berjalan dengan sempurna, maka di butuhkan nya suatu lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi, yang ter’arah dalam menyikat individu guna tercapai nya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar .

PEMBAHASAN
B.Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Islam, Pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian
Lembaga yang tidak dapat berubah :

a.Rukun Iman
Yaitu lembaga kepercayaan manusia kepada tuhan, malaikat, kitab rasul, hari akhir dan takdir.
b.Ikrar kayakinan ( bacaan syahadatin )
c.Thaharah yaitu lembaga penyucian manusia dari segala kotoran baik lahir maupun batin
d.Shalat yaitu lembaga pembentukan pribadi
e.Zakat, yaitu lembaga pengembangan ekonomi umat.
f.Puasa, yaitu lembaga untuk mendidik jiwa
g.Haji yaitu lembaga pemersatu dalam komunikasi
h.Iksan yaitu lembaga yang melengkapi dan meningkatkan serta menyempurnakan amal dan ibadah manusia
i.Iklas yaitu lembaga pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai suatu kondisi kenikmatan dalam beribadah dan beramal
j.Takwa yaitu lembaga yang menghubungkan antara manusia dan Allah SWT.

2.LEMBAGA YANG DAPAT BERUBAH
Lembaga yang dapat berubah diantaranya adalah

1.Ijtihad yaitu lembaga berfikir
2.Fiqih lembaga hukum Islam
3.Akhlak yaitu lembaga nilai-nilai tingkah laku yang di buat acuan
4.Lembaga pergaulan sosial
5.Lembaga Politik .
6.Lembaga Ekonomi
7.Lembaga negara
8.Lembaga pendidikan
9.Lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi
10.Lembaga seni

C.Lembaga proses pendidikan Islam

1.Keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam
Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan ( anak cucu ), perkawina (suami / istri ) persusuan dan pemerdekaan keluarga dalam pandangan antropologi adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik. Melindungi, merawat dan sebagainya.
Ayah dan ibu mempunyai kewajiban dan memiliki bentuk yang berbeda sebagai pendidik anaknya, ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT dan berkewajiban ibu adalah menjaga memelihara,dan mengelola keluarga di rumah suaminya terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya.
Dalam sabda Nabi SAW dinyatakan dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinan itu “ ( H.R Bukhari –Muslim )
Anak merupakan amanah Allah SWT bagi kedua orang tuanya ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang, Apabila ia sejak kecil di biasakan baik, di didik dan dilatih dengan kebaikan maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik. Sebaliknya apabila ia dibiasakan berbuat buruk pula dan menjadikan ia celaka dan rusak
Oleh karena itu dalam keluarga perlu dibentuk lembaga pendidikan walau pun dalam bentuk yang sederhana karena pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama yang harus dipenuhi oleh keluarga untuk menjadikan seorang anak itu baik.

Dasar-dasar pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak didiknya adalah :
1.Dasar pendidikan budi pekerti
2.Dasar pendidikan sosial
3.Dasar pendidikan intelek
4.Dasar pembentukan kebiasaan
5.Dasar pendidikan keluarga negaraan
6.Dasar pendidikan agama.

2.Mesjid Sebagai Lembaga Pendidika Islam
Secara harfian, mesjid adalah “ tempat untuk bersujud : Namun dalam arti terminologi mesjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas.
Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik di lakukan di mesjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam mesjid, akan terlihat hidupnya. Sunah-sunah Islam dan menghilangkan segala bid’ah karena itu mesjid merupakan lembaga kedua setelah lemabaga pendidikan keluarga yang jenjang pendidikan terdiri dari sekolah menenggah dan sekolah tinggi dalam waktu yang sama.
Implikasi mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
1.Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT,
2.Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban nya sebagai insan pribadi sosial, dan warga negara.
3.Memberikan rasa ketentraman, kekuatan dan kemakmuran potensi, potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran renungan optimisme dan mengadakan penelitian
Fungsi mesjid dapat lebih efektif bila didalamnya disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya proses belajar mengajar fasilitas yang di perlukan adalah sebagai berikut.
1.Perpustakaan
2.Ruang diskus
3.Ruang kuliah
3.Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam.
Pondok pasantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat seorang kiai ( pendidik ) yang mengajar dan mendidik para santri ( peserta didik ) dengan sarana mesjid yang digunakan untuk menyelengarakan pendidikan tersebut serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri .
Tujuan terbentuknya pondok pasantren
Pondok pasantren adalah :
1.Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam.
2.Tujuan khusus yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan.

Sebagai lembaga yang tertua, sejarah, sejarah perkembangan pondok pasantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat non klasikal yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan serongan.

4.Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam.
Madrasah merupakan Islam makna dari darasa yang berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah kini telah menyatu dengan Istilah sekolah atau perguruan ( terutama perguruan Islam )
Tugas lembaga madrsah sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
1.Merealisasikan pendidikan Islam yang didasarkan atas pikir akidah dan tasyri yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan Bentuk dan ralisasi itu ialah agar peserta didik beribadah, mentauhidkan Allah SWT.
2.Memelihara fitrah anak didik sebgai insan mulia agar ia tak menyimpang tujuan Allah menciptakannya.
3.Memberikan kepada anak didik dengan seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasikan antara Ilmu-ilmu alam sosial ilmu esikta yang di landaskan atas ilmu-ilmu agama sehingga anak didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembagan IPTEK.
4.Membersihkan pikiran den jiwa dari pengaruh subjektivitas ( emosi ) karena pengaruh jaman dewasa ini lebih mengarah pada penyimpangan fitrah manusiawi.
5.Memberikan wawasan nilai dan moral, serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran anak didik menjadi berkembang
6.Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara anak didik
7.Tujuan mengkoordinasi dan membenahi kegiatan pendidikan
8.Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, mesjid dan pasantren.

A.Problematika / Tantangan Lembaga Pendidikan Islam
Berbagai upaya telah di lakukan oleh para Ilmuan ulama yang banyak memprihatinkan tentang pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga formal kita. Pelaksanaan program pendidikan agama di banyak sekolah kita belum berjalan seperti diharapkan oleh masyarakat karena berbagai kendala dalam bidang kemampuan pelaksanaanya, metodenya.
Berbagai faktor yang di identifikasikan penghambat dapat di simpulkan sebagai berikut
a.Faktor-faktor eksternal
1.Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di beberapa lingkungan sekolah yang kurang peduli kepada pentingnya pendidikan agama
2.Situasi lingkungan disekitar sekolah yang di pengaruhi oleh godaan-godaan setan yang beragam bentuknya
3.Timbulnya sikap prustasi dikalangan masyarakat orang tua bahwa tingkat pendidikan yang dengan susah payah di raih
4.Produksi Pendidikan di sekolah yang dicapai dalam waktu relatif singkat dengan dana yang semaksimal mungkin.

b.Faktor-faktor Internal Sekolah
1.Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional
2.Penyalah gunaan menajemen penempatan yang mengalih tugas kan guru agama kebagian adminitrasi seperti perpustakaan misalnya, atau pekerjaan non guru
3.Pendekatan metodologi guru masih terpaku kepada orientasi tradisionalistis sehingga tidak mampu menarik minat murid kepada pelajaran agama.
4.Kurangnya rasa solidaritas antara guru agama dengan guru-guru bidang studi umum.
5.Kurangnya waktu persiapan guru agama dalam mengajar karena disibukan dengan usaha non guru untuk mencukupi kebutuhan ekonomi sehari-hari atau mengompreng di sekolah-sekolah swasta dan sebagainya.
6.Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal
7.Petugas supervisi ( Pengawas dan Pemilik ) tak berfungsi sesuai harapan.

KESIMPULAN

A.Pengertian pendidikan Islam dan Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah usaha dan kegiatan yang dilakkukan oleh orang dewasa dalam menyampaikan suruan Agama dengan terdakwah, agar terlaksanaya pendidikan Islam dengan baik dan dapat berjalan dengan sempurna maka dibutuhnya adanya lembaga.

B.Lembaga Pendidikan Islam
1.Lembaga yang tidak berubah
2.Lembaga yang tidak dapat berubah

C.Lembaga Proses pendidikan Islam
1.Keluarga
2.Mesjid
3.Pondok Pesantren
4.Madrasah

D.Problematika / tantangan pendidikan Islam
a.Faktor Exsternal
b.Faktor-faktor Internal Sekolah

Bahan Bacaan

1.DRS. Muhaimin, M.A.et,al Paradigma Pendidikan Islam, PT Remaja rosdakarya, bandung 2004
2.Muhammad bin jamil zainu, Solusi Pendidikan anak masa kini, Mustaqim, 2002
3.Prof. H.Muzayyin Arifin, Med, kapita Pendidikan Islam PT.Bumi Aksara, Jakarta 2007.
4.Dr.Abdul Muzib, M.Ag. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta kencana 2008
5.Dr. Zakiah Daradjad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 2008
6.Drs.Amasl Amri, Mpd, Studi filsafat Pendidikan, Banda Aceh Yayasan Pena, 2007.

Tingkatan Hamba

PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan tingkatan (maqam) oleh para sufi ialah tingkatan seorang hamba di hadapan-Nya. Dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riwadhah) jiwa yang dilakukannya.
Di sampan istilah maqam, terdapat pula istilah hal. Istilah hal yang dimaksud di sini adalah keadaan atau kondisi psikologis ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu. Menurut Al-Thusi, keadaan (hal) tidak termasuk usaha latihan-latihan rohaniyah (jalan). Di antara contoh hal (keadaan) adalah keputusan diri (muraqabah), kehampiran atau kedekatan (qarb), cinta (hubb), takut (khauf), harap (raja), rindu (syauq), intim (uns), tentram (thuma nibah), penyaksian (musyahadah), dan yakin. Sementara hal dapat diperoleh tanpa sengaja. Mengapa hal ini, konon Al- Qusyari, dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Qusyairiyah, berkata, Hal adalah maknayang datang pada kalbu dengan cara disengaja. Hal diperoleh tanpa daya dan upaya, baik dengan menari, bersedih hati, bersenang-senang, rasa terceka, rasa rindu, rasa gelisah, atau rasa harap.
Namun, perlu dicatat, maqam dan hal tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi dalam satu mata uang. Keterkaitan antar keduanya dapat dilihat dalam kenyataan bahwa menjadi prasyarat menuju Tuhan : dan dalam maqam akan ditemukan kehadiran hal. Hal yang telah ditemukan dalam maqam akan mengantarkan seorang untuk mendaki maqam-maqam selanjutnya.
Sekedar contoh, seorang yang tegah berada dalam maqam tobat akan menemukan hal (perasaan) betapa indahnya bertobat dan betapa nikmatnya menyadari dosa-dosa di hadapan Tuhan. Perasaan ini akan menjadi benteng kuat tidak mengerjakan kembali dosa yang pernah dilakukan.

PEMBAHASAN
Kerangka Berpikir Irfani Dasar-dasar Falsafi Ahwal dan Maqamah
A.MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF
1.Taubat
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhatian awal di jalan menuju Allah. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Sedangkan pada tingkat menegah, di samping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, tobat penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah
2.Zuhud
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjalankan dunia ini agar terhindar dari hukum di akhirat. Kedua dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi), menguncilkan dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah belaka. Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa.
3.Faqr (fakir)
Faqr dapat berarti sebagai kekurangan harta dalam menjalani kehidupan di dunia. Sikap faqr penting dimiliki oleh orang yang berjalan menuju Allah, karena kekayaan atau kebanyakan harta kurangnya membuat jiwa tertambat pada selain Allah.
4.Sabar
Sabar menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ashshabran-nafs), sedangkan menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran jiwa sangat dibituhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.
5.Syukur
Syukur diperlukan karena semua yanh kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia Allah. Allah-lah yang telah memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran penglihatan, kesehatan, keamanan maupun nikmat-nikmat lainya yang tidak terhitung jumlahnya.
6.Rela (Rida)
Rida berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran, dan kemaha sempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut. Hanyalah para ahli ma’rifat dan mahabbah yang mampu bersikap seperti ini. Mereka bahkan merasakan musibah dan ujian sebagai suatu nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang dicintainya
Menurut Abdul Halim Mahmud, rida mendorong manusia untuk berusaha sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Namun, sebelum mencapanya, ia harus menerima dan merelakan akibatnya. Dengan cara apa pun yang disukai Allah.
7.Tawakal

B. HAL-HAL YANG DIJUMPAI DALAM PERJALANAN SUFI

Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam hal ini, Al-Ghazali mengaitkan tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid berfungsi sebagai landasan tawakal.

1)Waspada dan Mawas Diri ( Mushabah dan Muraqabah)
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Oleh karena itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada dan mawas diri merupakan dua sisi dari tugas yang sama dalam menundukkan perasaan jasmani yang berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah.
2)Cinta (hubb)
Dalam pandangan tasawuf, muhabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, sama seperti tobat yang merupakan dasarnya adalah anugrah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai anugrah-anugrah (mawahib). Muhabbah adalah kecendrungan hati untuk memperhatiakn keindahan atau kecantikan.
3)Berharapa dan Takut (Raja’dan Khauf)
Menurut kalangan kaum sufi, raja’dan khauf’ berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Raja’ dapat berarti berharap atau optisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja’ atau optimisme ini telah ditegaskan dalam Al-Qur’an.

Khauf adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri di masa yang akan datang. Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan mendorong untuk senantiasa berada dalam ketaatan.
4)Rindu (Syauq)
Selama masih ada cinta, syaraq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa seorang sufi, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu untuk segera bertemu dengan Tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar dan lupa kepada Allah lebih berbahaya daripada maut.
5)Intim (Uns)
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns (intim) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi. Ungkapan berikut ini melukiskan sifat uns :
“Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang diamabuk cinta, seperti halnya sepasang pemuda dan pemudi. Ada pula orang yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan tugas pekerjaanya semata-mata. Adapun engkau, selalu merasa berteman di manapun berada. Alangkah mulianya engkau berteman dengan Allah, artinya engkau selalu berada dalam pemeliharaan Allah.”
C. METODE IRFANI
Potensi untuk memperoleh ma’rifat telah ada pada manusia. Persoalannya adalah apakah ia telah memenuhi prasarana atau prasyaratnya ? salah satu prasyaratnya, antara lain adalah kesucian jiwa dan hati. Apakah jiwa dan hatinya telah suci ataukah masih dilumuri dosa? Jika totalitas jiwanya telah suci dan hatinya telah dipenuhi dengan zikir kepada Tuhan, hidupnya akan dipenuhi oleh kearifan dan bimbimngan-Nya. Untuk memperoleh kearifan atau ma’rifah, hati (qalb) mempunyai fungsi esensial, sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Arabi dalam Fushus Al-Hikam-nya.

“Qalb dalam pandangan kaum sufi adalah tempat kedatangan kasy dan ilham. Ia pun berfungsi sebagai alat untuk ma’rifat dan menjadi cermin yang memantulkan (tajali) makna-makna kegaiban.
Dalam dunia tasawuf, qalb merupakan pengetahuan tentang hakikat termasuk di dalamnya adalah hakikat ma’rifat. Qalb yang dapat memperoleh ma’rifat adalah qalb yang telah suci dari berbagai noda atau ahklak buruk yang sering dilakukan manusia. Karena qalb merupakan sebagian jiwa, kesucian jiwa sangat mempengaruhi kecermerlangan qalb dalam menerima ilmu.

1.Riyadah
Riyadah yang sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik, adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya.
Riyadhah perlu dilakukan untuk memperoleh ilmu ma’rifat yang dapat diperoleh melalui upaya melakukan perbuatan kesalahan atau kebaikan yang terus-menerus. Dalam hal ini, riyadhah berguna untuk menempa jasmani dan akan budi orang yang melakukan latihan-latihan itu sehingga mampu menangkap dan menerima komunikasi dari alam gaib (malakut) yang transendental. Hal terpenting dalam riyadhah adalah melatih jiwa melepaskan ketergantungan terhadap kelezatan duniawi yang fatamorgana, lalu menghubungkan diri dengan realitas rohani dan Ilahi. Dengan demikian, riyadhah akan mengantarkan seseorang selalu berada di bawah bayangan yang Kudus.

2.Takafur
Takafur penting dilakukan bagi mereka yang menginginkan ma’rifat sebab, takala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan (bertakafur) dan menganalisisnya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya, menurut Al-Ghazali, orang yang berpikir dengan benar akan menjadi dzawi Al-albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat Ilham.
“ Nafs kuli (jiwa universal) lebih besar dan lebih kuat hasilnya dan lebih besar kemampuan perolehanya dalam proses pembelajaran”
3.Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat An-nafs adalah proses penyesuaian jiwa manusia proses penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli Tazkiyat An-nafs merupakan ini kegiatan bertasawuf.Sahl bin Abdullah Ash-Shufi berpendapat bahwa siapa yang pikiranya jernih, ia berada dalam keadaan kontemplatif . kalangan sufi adalah orang-orang yang senantiasa menyucikan hati dan jiwa. Perwujudanya adalah rasa membutuhkan terhadap Tuhannya.
Upaya melakukan penyempurnaan jiwa perlu dilakukan oleh setiap orang yang menginginkan ilmu ma’rifat. Hal ini perlu dilakukan karena ilmu ma rifat tidak dapat diterima oleh manusia yang jiwanya kotor. Ada lima hal yang menjadi penghalang bagi jiwa di dalam menangkap hakikat.
4.Dzikrullah
Secara etimologi, zikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasmi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.
Pentingnya zikir untuk mendapatkan Ilmu ma’rifat didasarkan atas argumentasi tentang peranan zikir itu sendiri bagi hati. Al-Ghazali, dalam ihnya’, menjelaskan bahwa hati manusia tak ubahnya seperti kolam yang didalamnya mengalir bermacam-macam air. Pengaruh-pemngaruh yang datang kedalam hati adakalanya berasal dari luar, yaitu pancaindera, dan adakalanya dari dalam, yaitu khayal, syahwat amarah, dan akhlak atau tabi’at manusia.
Dalam Al-Munqidz, Al-Ghazali menjelaskan bahwa zikir kepada Allah merupakan hiasan bagi kaum sufi. Syarat utama bagi orang yang menempuh ialah Allah adalah membersihkan hati secara menyeluruh dari selain Allah, sedangkan kuncinya adalah menengelamkan hati secara keseluruhan dengan zikir kepada Allah. Menjelaskan bahwa hati yang terang merupakan hasil zikir kepada Allah. Takwa merupakan pintu gerbang zikir, sedangkan zikir merupakan pintu gerbang kasyaf (terbukanya Hijab), dan Kasyaf merupakan pintu gerbang kemenangan yang besar.

KESIMPULAN
Perjalan menuju Allah merupakan metode pengenalan (ma’rifat) secara rasa rohaniyah yang benar terhadap Allah. Para sufi ialah tingkatan seorang hamba di hadapanya, dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riyadhah) jiwa yang dilakukannya upaya melakukan menyempurnaan jiwa perlu dilakukan oleh setiap orang mengingatkan Ilmu marifat.
Takwa merupakan pintu gerbang zikir sedangkan zikir merupakan pintu gerbang kasyraf terbuka hijab
Bahan Bacaan
- Awar Rosihin. Solihin Mukhtar, Kerangka berfikir irfani dasar-dasar filsafat awal dan maqamah, Bandung : Pustaka Setiap, 2004.

kewarganegaraan

PENDAHULUAN
Persoalan hak-hak asasi manusia (HAM) merupakan masalah hukum dan politik, hal ini terkristalisasi dalam diri setiap manusia.
Substansi dan nilai-nilai HAM memiliki akar yang dalam, dan terkait dengan dan mendasari pergerakan kemerdekaan, serta dalam dialektika perjuangan bangsa ini sejak sebelum kemerdekaan sampai dengan sekarang ini.
Hak Asasi manusia (HAM) merupakan suatu hak yang nyata menyatu dan dapat diperjuangkan, yaitu hak-hak alamiah setiap manusia. Dengan adanya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) maka nilai-nilai kemanusiaan dapat terlihat dan dihormati oleh setiap manu

PEMBAHASAN

A.latar Kesejarahan
Gencarnya kampanye promosi HAM di berbagai belahan dunia dan di tanah air lebih dari dua dasawarsa terakhir memberi kesan kepada masyarakat bahwa seolah-olah masalah HAM merupakan pemikiran asing, yang sepenuhnya barat, yang kemudian “dipaksakan” supaya diterima oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena dua hal pokok. Pertama kekuasaan Negara selama lebih dari empat puluh tahun berhasil mengeleminir pemikiran tentang HAM yang melekat dalam sejarah perjuangan bangsa di satu sisi, dan kedua pada sisi yang lain karena kealpaan kalangan akademisi dan cendekiawan untuk menggali serta penelusuri persoalan HAM dalam khazanah pemikiran bangsa sendiri.
Seperti diketahui, pemikiran anti HAM dalam perdebatan dan perumusan UUD 1945 di BPUPKI memang lebih dominant. Akan tetapi berkat kegigihan Mohamad Hatta dan Yamin, beberapa pasal tentang HAM seperti jaminan atas kebebasan beragama dan kebebasan berserikat dan berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan lain sebagainya, bias masuk di dalam konstitusi tersebut,
kalau ditelusuri lebih mendalam substansi nilai HAM ini jelas terkait dan mendasari selurih gerak perjuangan kemerdekaan. Seperti muncul secara dominan saat perumusan Deklarasi Universal HAM ( Universal Declaration of Human Rights ) tahun 1948, primus interpares hak-hak asasi manusia adalah dignity of man, kemuliaan manusia. Padanan kata Inggris “dignity” didalam bahasa Indonesia adalah derajat atau yang lebih tepat adalah martabat. Martabat adalah sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Oleh sebab itu kalau kita perhatikan seluruh konvensi dan atau konvenan internasional berikut protokolnya tampak bahwa kerangka (melindungi, menghormati atau meninggikan) martabat manusia.
Dicapainya Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dapat dipandang sebagai puncak dari tumbuh-berkembangnya cita-cita bangsa tersebut. Para pendiri bangsa itu sendiri, menandai peristiwa monumental itu sebagai “pintu gerbang” bagi proses pemerdekaan bangsa Indonesia. Mengacu kepada pikiran Bung Karno, proses pemerdekaan ini mencakup kedalam maupun keluar. Pemerdekaan kedalam mengandung arti sebagai proses pemerdekaan rakyat Indonesia dalam rangka sederajat dengan manusia-manusia dari bangsa lain. Pemerdekaan keluar berarti proses peningkatan harga diri bangsa Indonesia dalam pergaulan Internasional melalui berbagai upaya diplomatik, sehingga diterima sebagai bangsa bermartabat dan masuk dalam jajaran bangsa-bangsa beradab didunia.
Berdasarkan telusuran histories seperti itu, saya sampai pada kesimpulan bahwa komitmen terhadap apa yang sekarang disebut sebagai hak-hak asasi manusia itu merupakan benang merah yang menjadi serat dari keseluruhan perjuangan bangsa untuk memerdekakan manusia Indonesia pada zaman penjajahan, dari status budak atau koeli yang dijajah menjadi manusia Indonesia yang bebas merdeka sedangkan pada pasca terbentuknya Negara Indonesia, berwujud pemerdekaan dari belenggu kekuasaan bangsa sendiri yang otoriter dan dari berbagai keterbelakangan yang merendahkan martabat manusia Indonesia. Semuanya itu ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia. Tujuan mengangkat harkat dan martabat setiap manusia Indonesia inilah yang saya maksudkan sebagai perspektif perjuangan Hak Asasi Manusia di Indonesia yang dengan sendirinya harus dipahami sebagai komitmen Nasional. Apapun dan siapapun aktifis Hak Asasi Manusia yang berjuang di Negara ini baik dalam bentuk perorangan, kelompok, golongan, lembaga swadaya masyarakat, ataupun ORNOP, partai-partai bahkan seluruh aparat kekuasaan termasuk polisi dan tentara (militer) dan lain sebagainya harus memahami bahwa perjuangan HAM yang mereka lakukan adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia agar menjadi anak bangsa yang terhormat dan bermartabat.

B.HAM untuk Mencegah Absolutisme Kekuasaan Negara
Berdasarkan pemahaman tentang akar HAM, dalam sejarah perjuangan bangsa itu, menurut hemat saya, persoalan penegakan HAM haruslah dilihat dari cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia. Sejarah menunjukan bahwa penyalahgunaan Kekuasaan Negara (abuse of power) merupakan ancaman paling efektif terhadap hak-hak asasi yang merendahkan martabat manusia sebagaimana dibuktikan selama 40 tahun terakhir. Terutama kecendrungan penguasa untuk membangun kekuasaan yang absolute. Cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia tersebut dapat bahkan harus dijadikan alat ukur untuk menakar rejim-rejim yang pernah berkuasa setelah Indonesia merdeka. Adanya perlakuan sewenang-wenang terhadap hak-hak asasi manusia oleh penguasa dalam 40 tahun terakhir, baik apa dalam masa Orde Lama maupun Orde Baru, sudah menyimpang dari cita-cita bangsa untuk mengangkat martabat manusia Indonesia.


Jaminan konstitusional atas hak-hak asasi manusia memberikan dasar yang kokoh bagi rakyat pemilik kedaulatan, yang nota bene memiliki dasar historis untuk ikut menentukan corak kekuasaan Negara. Dimasukkannya hak-hak asasi manusia kedalam UUD 1945, melalui amandemen dalam beberapa tahun terakhir ini, dapat dicatat sebagai langkah awal dalam menjabarkan cita-cita bangsa ini untuk menghormati dan meningkatkan harkat dan martabatnya, sekaligus meletakkan rambu-rambu untuk mencegah lahirnya kembali penguasa Negara yang otoriter.

C.Supremasi Hukum Dalam Rangka Peningkatan Perlindungan HAM
Perlu dicatat, bahwa dari segi hukum, dalam sepuluh tahun terakhir ini ada sejumlah kemajuan penting mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No. 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebernarnya sudah dapat dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM. Semua ini melengkapi sejumlah konvenan PBB tentang HAM seperti tentang hak-hak perempuan, hak anak atau konvenan tantang arti diskrimnasi serta konvenan tentang tindakan kekejaman yang sudah diratifikasi.
Adanya Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan peradilan HAM patut dicatat sebagai perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya penghormatan dan perlindungan HAM dengan peningkatan kelembagaan yang dapat dikaitkan langsung dengan upaya penegakan hukum. Saya mencatat, memang masih banyak kelemahan dari kedua lembaga tersebut, akan tetapi dengan adanya Komnas HAM dan peradilan HAM dengan sendirinya upaya-upaya peningkatan penghormatan dan perlindungan HAM ini memiliki dua pijakan penting, yaitu pijakan normative berupa konstitusi dengan UU organiknya serta Komnas HAM dan peradilan HAM yang memungkinkan berbagai pelanggaran HAM dapat diproses sampai di pengadilan.

Dengan demikian, maka perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka supremasi hukum. Dengan demikian pula apa yang saya katakan di atas “perjuangan harus dipahami sebagai komitmen nasional” memperoleh pijakan legal, konstitusional dan institusional dengan dibentuknya kelembagaan yang berkaitan dengan HAM dan hukum. Namun demikian tidak berarti bahwa perjuangan HAM sebagaimana dilakukan lembaga-lembaga di luar negeri tidak penting. Peran masyarakat tetap penting, karena institusi Negara biasanya memiliki kepentingannya sendiri. Lebih-lebih bila dilihat dari logika penegakan HAM, dengan kekuasaan yang dimilikinya Negara, lebih khusus aparat pemerintah, terutama yang berurusan dengan keamanan dan pertahanan, termasuk yang paling potensial melakukan pelanggaran HAM. Tetapi sebaliknya Negara termasuk aparat kekuasaannya (Polisi dan Tentara) berkewajiban, bukan hanya melindungi, menghormati dan memberi jaminan atas HAM akan tetapi bila dilihat dari penegakan supremasi hukum maka pemerintah dituntut untuk semakin menyempurnakan dan membenahi perangkat hukum dan perundang-undangan yang kondusif bagi penegakan HAM.
Kalau demikia halnya, kemudian muncul agenda besar.
Pertama, menyempurnakan Produk-produk hukum, perundang-undangan tentang HAM. Produk hukum tersebut perlu disesuaikan dengan semangat konstitusi yang secara eksplisit sudah memberi dasar bagi perlindungan dan jaminan atau HAM. Termasuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi/konvenan internasional tentang HAM, baik dari segi materi tentang HAM-nya itu sendiri maupun tentang kelembagaan Komnas HAM dan peradilan HAM.
Kedua, melakukan inventarisasi, mengevaluasi dan mengkaji seluruh produk hukun, KUHP dan KUHAP, yang berlaku yang tidak sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai UU yang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk UU yang dihasilkan dalam lima tahun terakhir ini. Hal ini sebagai konsekuensi dari watak rejim sebelumnya yang memang anti-HAM, sehingga dengan sendirinya produk UU-nya pun sama sekali tidak mempertimbangan masalah HAM. Dalam konteks ini, maka agenda ini sejalan dan dapat disatukan dengan agenda reformasi hukum nasional dan ratifikasi konvensi/konvenan, internasional tentang HAM yang paling mendasar seperti konvenan sipil-politik dan konvenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut protocol operasionalnya. Dari segi ukuran maupun substansi serta permasalahannya hal ini merupakan agenda raksasa. Untuk itu pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat yamg memiliki perhatian yang sama seperti kalangan LSM bidang hukum. Dan untuk itu pula perlu dibuat skala prioritas supaya perencanaannya realistis dan pelaksanaannya dilakukan bertahap.
Ketika, mengembangkan kapasitas kelembagaan pada instansi-instansi peradilan dan instansi lainnya yang terkait dengan penegakan supremasi hukum dan perlindungan HAM. Dalam kesempatan ini, saya tidak ingin ikut membicarakan persoalan memburuknya kondisi system peradilan kita, akan tetapi yang perlu diprioritaskan dalam pengembangan kelembagaan ini adalah meningkatkan kapasitas hakim, jaksa, polisi, panitera dan unsur-unsur pendukungnya dalam memahami dan menangani perkara-perkara hukum yang berkaitan dengan HAM. Termasuk di dalamnya mengenai administrasi dan pelaksanaan penanganan perkara-perkara hukum mengenai pelanggaran HAM. Ini harus disadari betul mengingat masalah HAM baru masuk secara resmi dalam beberapa tahun terakhir ini saja dalam sistem peradilan kita. Bahkan, perlu diakui secara jujur masih banyak, kalau tidak mau dikatakan pada umumnya, aparat penegak hukum kita yang tidak memahami persoalan HAM. Lebih-lebih untuk menangani perkara hukum di peradilan yang pembuktiannya amat pelik dan harus memenuhi standar Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional capacity building di instansi-instansi Negara yang terkait dengan masalah HAM ini menjadi amat penting dan mendesak.
Keempat, penting juga diagendakan adalah sosialisasi dan pemahaman tentang HAM itu sendiri, khususnya di kalangan pemerintah, utamanya di kalangan instansi yang secara langsung maupun tidal langsung berkaitan dengan masalah HAM. Sosialisasi pemahaman HAM ini, lagi-lagi merupakan pekerjaan raksasa, dan sangat terkait dengan penegakan profesionalisme aparat di dalam melaksanakan bidang kerjanya. Gamangnya aparat pemerintah dalam mengurusi dan berurusan dengan masyarakat yang partisipasi politik dan daya kritisnya makin meningkat ini disebabkan, antara lain bukan semata-mata karena kurang memahami masalah HAM, akan tetapi juga karena mereka umumnya kurang dapat melaksanakan rambu-rambu profesionalismenya. Ini berlaku bagi aparat sipil maupun aparat keamanan.
Kelima, tentu saja kerjasama dengan kalangan di luar pemerintah, terutama kalangan Ornop/LSM, akademi/perguruan tinggi dan kalangan masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian terhadap penegakan hukum dan HAM seharusnya menjadi agenda yang terprogram dengan baik. Bukan saatnya bagi instansi pemerintah tertutup dengan kalangan masyarakat sebagaimana terjadi di masa lalu.

C.Pengadilan HAM Ad Hoc
Pelanggaran HAM berat atau gros violation of human rights merupakan kejahatn luar biasa (eztra-ordinary crimes) yang membedakannya dengan kejahatan biasa (ordinary crimes). Termasuk dalam pelanggaran HAM berat adalah genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi sebagaimana tercantum dalam Statuta ICC 1998 yang telah berlaku efektif tahun 2002. keluarbiasaan pelanggaran HAM berat terletak pada sifat perbuatannya (kualitatif), korban, dan dampaknya terhadap kemanusiaan (kuantitatif).
Karakter khusus pelanggaran HAM berat adalah keterlibatan dan peranan aparatur Negara sebagai alat kekuasaan dalam kasus pelanggaran HAM berat sangat dominant dibandingkan dengan kejahatan biasa. Berangkat dari karakteristik tersebut, pelanggaran HAM berat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan politik Negara dalam mengatur hak asasi setiap warga negaranya.
Pembentukan Pengadilan HAM dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 memang ditujukan untuk kasus pelanggaran HAM berat setelah diundangkannya UU ini (prospektif), tidak untuk tujuan pemberlakuan retroaktif. Namun, sejalan dengan euphoria reformasi yang menuntut keterbukaan dan pertanggungjawaban pemerintah dalam berbagai kasus masa lampau, termasuk kasus pelanggaran HAM berat seperti kasus Timor Leste, untuk memenuhi aspirasi kepastian hukum dan keadilan terhadap kasus tersebut di masa lalu, dalam UU pengadilan HAM diatur juga tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Pola penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu bukan sesuatu yang diharamkan karena telah sejalan dengan kebiasaan dan praktik (hukum) internasional dalam kasus pelanggaran HAM berat seperti pembentukan Mahkamah Militer Ad Hoc untuk kasus penjahat perang (Nuremberg dan Tokyo), Ad Hoc Tribunal untuk kasus di bekas jajahan Yugoslavia, di Rwanda, dan Sierra Leone.
Hanya pola penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2000 berbeda dengan pola penyelesaian kasus yang sama di Negara lain di atas. Disadari oleh tim penyusun UU No. 26 Tahun 2000, ketika itu bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memerlukan solusi yang tepat dengan tidak menegasikan prinsip nonretroaktif secara telanjang serta dapat memenuhi aspirasi kepastian hukum dan keadilan masa lampau. Kesepakatan dalam pembahasan di DPR RI ketika itu adalah kasus pelanggaran masa lalu dapat diadili oleh Pengadilan HAM secara Ad Hoc, dalam arti hanya dibentuk untuk kasus-kasus tertentu saja dengan parameter tempus delicti dan locus delicti tertentu.
Mungkin korbannya atau saksi-saksi masih hidup, tetapi dokumen otentik atau bukti-bukti tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh UU Hukum Acara yang berlaku. Atas dasar pertimbangan tersebut, dimasukkan ketentuan mengenai penyelesaian melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Namun kemudian kita saksikan bahwa UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 berdasarkan Putusan MK RI dua tahun yang lalu. Uraian mengenai sekelumit kisah proses penyusunan UU Nomor 26 Tahun 2000 dengan ketentuan pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc di atas mungkin bermanfaat bagi MK RI yang tengah digelar untuk memeriksa hak uji materi terhadap ketentuan Pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000.

Komunikasi

KONSEP – KONSEP KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

1.Komunikasi Pembangunan

Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan adalah “ as anintegral part of development, and communication as a set of variables instrumentalin bringing about development “ ( Roy dalam Jayaweera dan Anumagama, 1987).Siebert, Peterson dan Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan negara.
Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung pada modal atau paradigma pembangunan yang dipilih oleh suatu negara.
Peranan komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan. Everett M. Rogers (1985) menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Pada bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial.
Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan kearah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan. Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah.
Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.
Dengan demikian pembangunan di Indonesia adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia, harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Dalam hal ini tentunya fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan. Berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan konsep komunikasipembangunan, maka dapat dilihat dalam arti luas dan terbatas. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dengan pemerintah, dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.
Sedangkan dalam arti terbatas, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara serta teknik penyampaian gagasan dan ketrampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan diwujudkan pada masyarakat yang menjadi sasaran dapat memahami, menerima dan berpartisipasi
dalam pembangunan.

2. Strategi Komunikasi
Rogers (1976) mengatakan komunikasi tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah, dan fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan rencana-rencana pembangunan. Dari pendapat Rogers ini jelas bahwa setiap pembangunan dalam suatu bangsa memegang peranan penting. Dan karenanya pemerintah dalam melancarkan komunikasinya perlu memperhatikan strategi apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efek yang diharapkan itu sesuai dengan harapan.
Para ahli komunikasi terutama di negara-negara berkembang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap strategi komunikasi dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara-negara masing-masing. Fokus perhatian ahli komunikasi ini memang penting karena efektivitas komunikasi bergantung pada strategi komunikasi yang digunakan.
Effendy (1993) mengatakan strategi baik secara makro (planned multimedia
strategy) mempunyai fungsi ganda yaitu :
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
2. Menjembatani ”cultural gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Dengan demikian strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication
management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.
Setiap strategi dalam bidang apa pun harus didukung oleh teori, demikian juga dalam strategi komunikasi. Teori merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman yang telah diuji kebenarannya. Untuk strategi komunikasi, teori yang barangkali tepat untuk dijadikan sebagai ”pisau analisis” adalah paradigma yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell.
Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang dirumuskan, yaitu who says what in which channel to whom withwhat effect. Rumus di atas tampaknya sederhana, tetapi jika dikaji lebih jauh,pertanyaan ”efek apa yang diharapkan” secara implisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama, yaitu :
1. When ( Kapan dilaksanakannya).
2. How ( Bagaimana melaksanakannya).
3. Why ( Mengapa dilaksanakan demikian).
Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi.
Dalam strategi komunikasi peranan komunikator sangatlah penting. Dalam hal ini ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Para ahli komunikasi cenderung sependapat bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan pendekatan yang disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Procedure. AA Procedure adalah penyederhanaan dari suatu proses yang disingkat AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, Action). Jadi proses perubahan sebagai efek komunikasi melalui tahapan yang dimulai dengan membangkitkan perhatian. Apabila perhatian komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat saja pada diri komunikan, bagi komunikator belum berarti apa-apa sebab harus dilanjutkan dengan datangnya keputusan, yakni keputusan untuk melakukan tindakan.
Selain melalui pendekatan di atas, maka seseorang komunikator harus mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku apabila dirinya terdapat faktor-faktor kredibilitas dan attractiveness. Rogers (1983) mengatakan kredibilitas adalah tingkat di mana komunikator dipersepsi sebagai suatu kepercayaan dan kemampuan oleh penerima.Hovland (dalam Krech,1982) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh komunikator yang tingkat kredibilitasnya tinggi akan lebih benyak memberi pengaruh kepada perubahan sikap dalam penerimaan pesan daripada jika disampaikan oleh komunikator yang tingkat kredibilitasnya rendah. Rakhmat (1989) mengatakan dalam berkomunikasi yang berpengaruh terhadap komunikan bukan hanya apa yang disampaikan, tetapi juga keadaan komunikator secara keseluruhan. Jadi ketika suatu pesan disampaikan, komunikan tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan tetapi ia juga memperhatikan siapa yang mengatakan. Selanjutnya Tan (1981) mengatakan kredibilitas sumber terdiri dari dua unsur, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian diukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang benar, sedangkan kepercayaan dioperasionalisasikan sebagai persepsi komunikan tentang sejauhmana komunikator
bersikap tidak memihak dalam penyampaian pesan. Dari variabel kredibilitas dapat ditentukan dimensi-dimensinya yaitu : keahlian komunikator (kemampuan, kecerdasan, pengalaman, pengetahuan, dsb) dan kepercayaan komunikator (kejujuran, keikhlasan, keadilan, dsb). Demikan juga mengenai daya tarik adalah berkenaan dengan tingkat mana penerima melihat sumber sebagai seorang yang disenangi dalam bentuk peranan hubungannya yang memuaskan. Effendy (1983) mengatakan daya tarik adalah komunikator yang dapat menyamakan dirinya dengan
orang lain, apakah idiologi, perasaan, dsb. Demikian juga Tan (1981) mengatakan daya tarik adalah diukur dengan kesamaan, familiaritas, dan kesukaan. Kesamaan meliputi pandangan, wawasan, ide, atau gagasan. Familiaritas meliputi empati, simpati, dan kedewasaan. Kesukaan meliputi frekuensi, ketepatan, keteladanan, dan kesopanan. Demikian mengenai faktor-faktor yang penting dimiliki olehkomunikator agar komunikasi yang dilancarkan dapat merubah sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikan.
Dalam strategi komunikasi mengenai isi pesan tentu sangat menentukan
efektivitas komunikasi. Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1981) mengatakan bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang disampaikan
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran dimaksud.
2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga sama-sama dapat dimengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.
4. Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
3. Teori Difusi Inovasi
Teori ini dapat dikatagorikan ke dalam pengertian peran komunikasi secara luas dalam merubah masyarakat melalui penyebarluasan ide-ide dan hal-hal yang baru. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), studi difusi mengkaji pesan-pesan yang disampaikan itu menyangkut hal-hal yang dianggap baru maka di pihak penerima akan timbul suatu derajat resiko tertentu yang menyebabkan perilaku berbeda pada penerima pesan.
Pada masyarakat, khususnya di negara berkembang penyebarluasan inovasi terjadi terus menerus dari satu tempat ke tempat lain, dari bidang tertentu ke bidang lain. Difusi inovasi sebagai gejala kemasyarakatan yang berlangsung bersamaan dengan perubahan sosial yang terjadi, bahkan menyebabkan suatu hubungan sebab-akibat. Penyebarluasan inovasi menyebabkan masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosial pun meransang orang untuk menemukan dan menyebarkan hal-hal yang baru.
Masuknya inovasi ke tengah-tengah sistem sosial disebabkan terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat, antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Dengan demikian komunikasi merupakan faktor yang sangat penting untuk terjadinya perubahan sosial. Melalui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, dan penilaian yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi. Tetapi perlu diingat bahwa, tidak semua masyarakat dapat menerima begitu saja setiap adanya pembaharuan,diperlukan suatu proses yang kadang-kadang menimbulkan pro dan kontra yang tercermin dalam berbagai sikap dan tanggapan dari anggota masyarakat ketika proses yang dimaksud sedang berlangsung di tengah-tengah mereka.
Dalam proses penyebarluasan inovasi unsur-unsur utama, yaitu :
1. Adanya suatu inovasi.
2. Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu.
3. Dalam suatu jangka waktu tertentu.
4. Di antara para anggota suatu sistem sosial.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa segala sesuatu, baik dalam bentuk ide, cara-cara, ataupun objek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru, maka dapat dikatakan sebagai suatu inovasi. Pengertian baru disini tidaklah semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali digunakan inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika suatu hal dipandang baru bagi seseorang maka hal itu merupakan inovasi. Havelock (1973) menyatakan bahwa, inovasi sebagai segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya.
Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa pengertian baru suatu inovasi tidak harus sebagai pengetahuan baru pula, sebab jika suatu inovasi telah diketahui oleh seseorang untuk jangka waktu tertentu, tetapi individu itu belum memutuskan sikap
apakah menyukai atau tidak, atau pun belum menyatakan menerima atau menolak, maka baginya hal itu tetap merupakan inovasi. Jadi kebaruan inovasi tercermin dari pengetahuan, sikap, atau pun putusan terhadap inovasi yang bersangkutan. Dengan demikian bisa saja disebut sebagai inovasi bagi suatu masyarakat, namun tidak lagi dirasakan sebagai hal baru oleh masyarakat lain.
Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari ide). Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki dua komponen tersebut, memerlukan adopsi yang berupa tindakan, tetapi untuk inovasi yang hanya mempunyai komponen ide saja, penerimaannya pada hakekatnya perlu merupakan suatu putusan simbolik.
Pandangan masyarakat terhadap penyebarluasan inovasi memiliki lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara baru, yaitu 1) keuntungan relatif, 2) keserasian, 3) kerumitan, 4) dapat dicobakan, 5) dapat dilihat. Kelima atribut di atas menentukan bagaimana tingkat penerimaan terhadap suatu inovasi yang didifusikan di tengah-tengah masyarakat. Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu masyarakat tidaklah terjadi secara serempak tetapi berbeda-beda sesuai dengan pengetahuannya dan kesiapan menerima hal-hal tersebut.
Rogers dan Schoemaker (1977) telah mengelompokkan masyarakat berdasarkan penerimaan terhadap inovasi yaitu :
1. Inovator, yaitu mereka yang pada dasarnya sudah menyenangi hal-hal yang baru dan sering melakukan percobaan.
2. Penerima dini, yaitu orang-orang yang berpengaruuh di sekelilingnya dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.
3. Mayoritas dini, yaitu orang-orang yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari orang lain.
4. Mayoritas belakangan, yaitu orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang di sekelilingnya sudah menerimanya.
5. Laggards, yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi.
Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi, yaitu :
1. Tahapan pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya inovasi.
2. Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap a

Dalam pengertian terbatas, komunikasi pembangunan merupakan serangkaian usaha mengkomunikasikan program-program pembangunan kepada masyarakat supaya mereka ikut serta dan memperoleh manfaat dari kegiatan pembangunan tersebut. Suatu badan internasional yang menangani masalah ini Academy for educational Development yang berpusat di Washington USA, telah banyak mengembangkan berbagai program komunikasi pembangunan di negaranegara yang sedang berkembang.
Dalam komunikasi pembangunan yang diutamakan adalah kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat. Tujuannya untuk menanamkan gagasan - gagasan, sikap mental, dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang. Secara pragmatis Quebral (1973), merumuskan komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat.
Mengkaitkan peranan komunikasi pembangunan dan konsep mengenai pembangunan, Tehranian (1979) mengemukakan tiga tinjauan teoritis, yaitu teori yang hanya melihat pembangunan semata-mata sebagai proses pluralisasi masyarakat, politik dan ekonomi dari suatu bangsa yang melaksanakan pembangunan tersebut. Pandangan ini dianut oleh para ekonom dan politisi liberal. Pada pokoknya mereka berpendapat bahwa hal yang penting dalam pembangunan adalah peningkatan kelompok tenaga kerja yang berdasarkan struktur dan fungsi yang jelas, penganekaragaman kelompok berdasarkan kepentingan dan keseimbangan dinamis antar kelompok dan kepentingan.
Teori yang kedua penekanannya pada peningkatan rasionalisasi sebagai unsure kunci proses pembangunan. Penganut aliran ini adalah Hegel, yang menekankan peranan ratio dalam perkembangan sejarah. Sedangkan Weber mementingkan rasionalisasi kebudayaan dan birokrasi dari suatu proses sosial yang akhirnya dikenal belakangan ini adalah mendewakan negara sebagai sumber segala kemenangan dan keabsahan.
Teori ketiga adalah pemikiran yang lahir dari kesadaran diri masyarakat dunia ketiga, dengan konsep yang berpusat pada prinsip melakukan pembebasan. Teori ini sangat dipengaruhi oleh aliran Neo Marxis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa dalam teori yang pertama adalah pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan pengahsilan dan pendapatan masyarakat yang melaksanakan pembangunan tersebut. Tetapi konsep ini tidak memperhatikan apakah peningkatan tersebut atau hanya oleh segelintir masyarakat tertentu saja. Yang penting disini adalah terjadinya peningkatan. Begitu pula halnya dengan pembangunan itu sendiri yang diutamakan adalah segi materi atau jasmaniah dari kehidupan masyarakat.
Asumsi teori kedua lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat abstrak,rasio, cara berpikir yang bukan berbentuk wujud nyata. Sedangkan asumsi yang ketiga adalah proses pembangkitan kesadaran sejarah dan identitas diri yang otentik sebagai daya motivasi dalam rangka proses revolusi dominasi dan eksploitasi.
4. Teknologi Komunikasi
Di abad modern ini, terutama pasca perang dunia kedua, bermunculan berbagai penemuan baru sebagai akibat kemajuan teknologi yang berkembang pesat dan terjadi susul menyusul. Teknologi memberikan manusia bermacam-macam kemudahan dalam melakukan pekerjaan, dan lebih dari itu menjadikan kehidupan lebih menyenangkan dan lebih nyaman.
Berkat penemuan baru di bidang teknologi, manusia dapat menggali dan melakukan eksplorasi sumber-sumber kekayaan alam, termasuk sumber-sumber energi yang penting bagi peningkatan kesejahteraan umat manusia. Kemajuan pesat di bidang teknologi elektronika yang semakin berkembang membuktikan manusia telah mampu mengembangkan kemampuan setinggi-tingginya. Perkembangan teknologi mendorong semakin berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi diawali dengan penemuan transistor, kemudian berkembang mikcrohip, sistem komunikasi satelit, dan lain-lain telah membuat jarak bukan lagi suatu halangan untuk berkomunikasi dengan yang lainnya Laju perkembangan teknologi komunikasi telah memperlancar arus informasi dari dan keseluruh penjuru dunia. Kemajuan teknologi telah memungkinkan manusia sekarang ini menyaksikan pada waktu yang sama peristiwa-peristiwa, seperti : pendaratan manusia di bulan, peristiwa-peristiwa kenegaraan, keolahragaan, dan sebagainya.
Kemajuan teknologi juga meningkatkan mobilitas sosial, mempermudah orang untuk saling berhubungan. Pergaulan berlangsung berupa kontak-kontak pribadi diikuti oleh tukar menukar gagasan dan pengalaman. Hubungan manusia dari satu bangsa dengan bangsa lainnya semakin intensif dan dunia seolah-olah menjadi semakin sempit. Mc Luhan menyebut dunia sekarang sebagai a global village. Teknologi media cetak mengalami perkembangan yang pesat. Media cetak mengalami perubahan setelah penyempurnaan mesin cetak dengan ditemukannya mesin offset yang dapat mencetak lebih cepat dan relatif lebih murah dalam jumlah besar. Selanjutnya diketemukan facsimile, transmission of ideographs. Teknologi dapat melakukan penghematan waktu dan jumlah tenaga kerja manusia. Proses teknologi melalui makna pesan tertulis atau gambar dipindahkan secara elektronis melalui radio telegraph (telefrint) untuk satu reproduksi yang jauh letaknya. Dengan teknik ini surat kabar yang terbit di Amerika misalnya, dalam jangka waktu bersamaan dapat terbit di Indonesia. Teknik reproduksi ini memungkinkan penyebaran suratkabar lebih luas dan lebih cepat. Demikian pula di bidang radio, televisi, film, dan pembuatan mesin hitung elektronis berkembang pesat.
Percepatan perkembangan teknologi komunikasi belum ada tanda-tandanya akan berhenti, mendorong keseluruhan sistem komunikasi ke dalam proses kegoncangan yang terus-menerus (Pool, 1974). Pemakaian teknologi baru menuntut keahlian dan ketrampilan lama menjadi tidak berguna atau kurang relevan lagi Untuk melahirkan dan mengembangkan keahlian serta ketrampilan baru, dituntut adanya sistem pendidikan yang baru pula. Sejalan dengan itu restrukturisasi akan terjadi di dalam berbagai kehidupan masyarakat.
Kemajuan teknologi ini juga telah dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang sedang membangun. Melalui radio, televisi, film, dan surat kabar dapat dikatakan seluruh pelosok tanah air telah terjangkau oleh jaringan komunikasi yang menghubungkan pusat dan daerah. Pesan-pesan pembangunan dari pusat ke daerah dan sebaliknya dapat dengan mudah disiarkan oleh media tersebut diatas.
Melihat perkembangan kemajuan teknologi komunikasi banyak pengamat mengatakan bahwa negara-negara maju sekarang ini memasuki zaman informasiyang disebabkan oleh revolusi komunikasi. Menurut M. Alwi Dahlan (1983), informasiakan merupakan sektor ekonomi informasi.
Ciri utama munculnya masyarakat informasi adalah terjadinya perkembangan teknologi yang semakin canggih, terutama dalam bidang komunikasi dengan perangkat lunaknya (software). Semakin canggihnya peralatan komunikasi yang digunakan akan memungkinkan penyebaran informasi lebih efisien dan efektif.
Kalau kita simak, awal lahirnya abad informasi ditandai dengan peluncuran Sputnik Uni Sovyet dan Apollo Amerika Serikat. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1956. Nilai keberhasilannya pun dapat dilihat dari penguasaan teknologi peluncuran semata, tetapi keberhasilannya pun dapat dilihat dari segi missi yang diembannya yaitu dimulainya globalisasi teknologi vital revolusi informasi yang membuat bumi menjadi satu “desa dunia” dengan satelit sebagai pengalih bola dunia dalam posisinya sendiri.
Cepatnya revolusi informasi telah menimbulkan permasalahan social mengenai masyarakat informasi. Jika dibandingkan antara masyarakat pertanian dengan masyarakat informasi, perubahan yang terjadi memerlukan waktu 100 tahun ke masyarakat industri dan 20 tahun ke masyarakat informasi. Perubahan yang cepat ini membuat masyarakat harus mengantisipasi masa depannya.
Pengaruh perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi menyangkut orientasi masyarakat yang menjurus pada masalah ekonomi. Bidang komunikasi banyak memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Banyak sector profesi yang harus diisi dalam bidang informasi, baik sektor barang atau jasa. Misalnya reporter, programer, juru kamera, penyuntingan gambar dan berita, tenaga periklanan, pengolahan dan pemrosesan data dan lain-lain.
John Naisbitt dalam bukunya Megatrends menyatakan ada sembilan kecendrungan besar yang sekarang sedang berlangsung di dunia. Salah satu kecenderungan besar itu adalah beralihnya masyarakat industri ke masyarakat informasi. Dalam masyarakat industri, produksi dihasilkan oleh interaksi manusia dengan alam yang terolah, sedangkan masyarakat informasi produksi merupakan hasil interaksi antara manusia dengan manusia. John Naisbitt menyebutkan pula lima hal yang diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi. Pertama, masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi. Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi informasi yang baru diterapkan dalam tugas industri yang lama, secara perlahan akan melahirkan kreativitas dan proses produksi yang baru. Keempat, dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar membaca lebih bagus dari masa lalu. Kelima, keberhasilan dan kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.
Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi industri informasi. Kemajuan teknologi komunikasi menyangkut semua unsur dalam prosesnya, baik pula pada teknologi pengirim, penyalur, pembagi atau penerima pesan yang membawakan informasi kepada orang yang dituju. Menurut Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave, perkembangan ini dinamai dengan gelombang ketiga (1980). Tofler membagi sejarah umat manusia menjadi tiga gelombang, yakni :
1) Gelombang pertama antara tahun 800 SM – 1700 M disebut juga gelombang pembaruan. Manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Tanahmerupakan dasar bagi kegiatan ekonomi, kehidupan sosial budaya, struktur sosial dan politik. Hubungan antar manusia sangat akrab, personal, dan komunikasi bersifat sederhana, tulisan sebagai alat bantu. Kemudian struktur ini diubah secara total oleh datangnya peradaban industri (gelombang kedua).
2) Gelombang kedua mulai berimpit dengan revolusi industri. Manusia beralih ke energi terbaru seperti minyak, batu bara, dan gas. Mulai ditemukan mesin uap yang kemudian dipadukan dengan pabrik yang menghasilkan barang-barang produksi. Industri bersandar pada kegiatan produksi massal. Hubungan manusia menjadi impersonal, komunikasi dikuasai oleh media massa. Gelombang ini akhirnya tergusur oleh gelombang ketiga.
3) Gelombang ketiga adalah peradaban yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan pengolahan data, penerbangan dan aplikasi angkasa luar, energi alternatif dan energi terbarukan serta rekayasa genetik dan bioteknologi, dengan komputer dan mikro teknik sebagai teknologi intinya. Pada era ini jaringan komunikasi, data dan informasi, komputer, latihan dan teknologi modernlah yang terpenting. Informasi merupakan faktor penentu. Jika pada gelombang kedua mengutamakan kekuatan fisik manusia, pada gelombang ketiga menekankan pada kekuatan pikiran.

Kehebatan gelombang ketiga ini melanda negara-negara yang sedang berkembang. Kemajuan teknologi informasi dan informasi di satu sisi telah berhasil mengatasi hambatan ruang dan waktu, di sisi lain ternyata mempertajam ketidakseimbangan arus informasi antar negara-negara maju dengan negara-negara berkembang.
Kemajuan teknologi komunikasi jelas akan membawa dampak, baik positif maupun negatif terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Secara positif akan memberikan kemungkinan terjadinya komunikasi secara lebih baik dan luas jangkauannya. Kemajuan ini telah dirasakan manfaatnya bagi negara-negara yang sedang membangun. Dampak negatif menimbulkan masalah baru. Memberikan kemudahan timbulnya pertentangan sosial dan perubahan sistem nilai, karena adanya perbenturan sistem nilai dalam masyarakat penerima teknologi yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. Selain itu tidak mustahil derasnya arus nilai-nilai budaya melalui media massa dapat menimbulkan perubahan berbagai sikap pada anggota masyarakat yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Bagi bangsa Indonesia masalah yang dihadapi berkaitan dengan faktor
budaya adalah :
a. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beraneka suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan, agama, dan sejarah yang berbeda.
b. Masyarakat yang majemuk ini sedang mengalami pergeseran sistem nilai sebagai akibat pembangunan yang pada hakekatnya merupakan proses pembaharuan di segala sektor kehidupan.
c. Derasnya arus informasi dan komunikasi yang dibawa oleh media massa memperlancar kontak-kontak antar kebudayaan.
d. Pertambahan penduduk yang menuntut pertambahan sarana hidup baik dalam kuantitas, kualitas, maupun variasi.

Dalam hubungan dengan masalah di atas, bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Pembangunan sistem nilai yang cocok dengan tuntutan kemajuan, harus tetap dilandasi nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila sehingga proses medernisasi di Indonesia benar-benar proses aktualisasi dari bangsa Indonesia sesuai dengan tuntutan zaman.

Timbul persoalan, bagaimana merekayasa pergeseran-pergeseran nilai dalam rangka mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan zaman sehingga bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri universal dari bangsa yang modern, tetap mempertahankan identitas kebangsaan yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Masalah penerapan teknologi bagi kepentingan pembangunan di Indonesia memerlukan penelaahan yang cermat dan mendalam menuju pemilihan alterantif terbaik yang dapat menghasilkan karya-karya teknologi yang tepat guna dan tepat lingkungan, berdaya guna dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu penerapan teknologi komunikasi harus ditujukan bagi kepentingan umat manusia dab diabadikan bagi kepentingan pembangunan bangsa dan Negara (Harmoko, 1985). Dengan kata lain dalam era pembangunan diperlukan komunikasi yang konstektual yang disesuaikan dengan karakteristik sosial budaya masyarakat. Harmoko (1985) mengemukakan bahwa pesan yang disampaikan kepada khalayak
haruslah :
1) Membaca berita hangat yang isinya cocok dengan kepentingan mereka.
2) Menggugah hati mereka sehingga gagasan dan perasaan yang disampaikan oleh si pembawa pesan sudah seperti milik si penerima pesan sendiri.
3) Menimbulkan dorongan bertindak bagi sasaran khalayak secara spontan dan penuh kesan.
Saluran media massa pada umumnya lebih banyak digunakan untuk komunikasi informatif. Dengan saluran ini komunikator pembangunan pembangunan berusaha untuk memperkenalkan dan memberikan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan. Selanjutnya untuk perubahan perilaku, aktifitas komunikasi harus dilipatgandakan dengan menggunakan berbagai macam saluran.
Rogers dan Shoemaker (dalam Hanafi, 1987) mengatakan bahwa saluran interpersonal masih memegang peranan penting dibanding dengan media massa, terlebih-lebih di negara-negara yang belum maju di mana kurang tersedianya media massa yang dapat menjangkau khalayak terutama warga pedesaan, tingginya tingkat buta huruf dan tidak sesuainya pesan-pesan yang disampaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Lazarsfeld (dalam Susanto, 1988) mengatakan bahwa media massa hanya merupakan 1) peliput ganda pesan dan penyebar ide secara mendatar dan 2) penguat artinya hanya didengar apabila sependapat dengan pendapat komunikan.
Jadi saluran interpersonal dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan.
Indonesia sampai saat ini masih termasuk salah satu negara yang sedang berkembang, dimana sebagian besar penduduknya berada di pedesaan dan sekitar 50 % hidup dari hasil pertanian. Oleh sebab itu strategi komunikasi pembangunan masih dipusatkan pada daerah pedesaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Depari dan Mc Andrews (1991) bahwa sampai saat ini strategi komunikasi pembangunan masih terbatas pada siaran pedesaan, baik melalui media massa maupun pemanfaatan para petugas penyuluhan pembangunan. Oleh sebab itu perlu dipikirkan lebih lanjut, bagaimana usaha-usaha komunikasi yang ada dapat dikembangkan, terlebih-lebih menghadapi tantangan era globalisasi.
Dalam hal ini di Indonesia melalui televisi dan radio sebagai saluran media massa telah melaksanakan program acara siaran pedesaan. Demikian pula Koran masuk desa (KMD) sebagai media cetak telah disalurkan kepada masyarakat pedesaan. Sedangkan melalui saluran komunikasi interpersonal pemerintah telah menerjunkan jupen-jupen pembangunan dan penyuluh pertanian lapangan (PPL).
Pertunjukan rakyat yang mengemas pesan-pesan pembangunan pun banyakditampilkan. Kegiatan ini punya daya tarik dan kekuatan tersendiri. Susanto (1988) mengatakan bahwa bentuk-bentuk komunikasi melalui pertunjukan rakyat/tradisional di maksud untuk :
1) Memudahkan penerimaan pesan-pesan oleh masyarakat karena disajikan dalam bentuk yang santai dan mudah dipahami bentuk dan lambangnya.
2) Memancing komunikasi ke atas, yaitu pesan-pesan dari rakyat langsung kepada pemerintah dalam bentuk yang dapat diterima oleh pemerintah.
Di samping itu wadah lain yang umumnya terdapat dipedesaan yaitu kelomponcapir ; wadah yang dapat menjembatani pesan-pesan pembangunan dari media massa kepada masyarakat. Wadah ini biasanya dipimpin oleh pemukapemuka masyarakat (opinion leaders), yang biasanya memiliki ciri-ciri :
1) Lebih tinggi pendidikan formalnya dibandingkan dengan anggota masyarakatlain.
2) Lebih tinggi status sosialnya serta status ekonominya.
3) Lebih inovatif dalam menerima atau mengadopsi ide-ide baru.
4) Lebih tinggi kemampuan medianya.
5) Kemampuan empati mereka lebih besar.
6) Partisipasi sosial mereka lebih besar.
7) Lebih kosmopolit.
Untuk masyarakat perkotaan yang umumnya sudah memiliki banyak media, pesan harus disampaikan sedemikian rupa disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan. Penyajian pesan lewat sinetron yang dapat dinikmati keluarga dikala santai akan dapat menggugah kesadaran khalayak. Di samping penyajian pesan melalui media tercetak, seperti leaflet, folder, brosur, dan sebagainya, yang dibuat dengan cara yang menarik sehingga sayang untuk dibuang begitu saja.

DAFTAR PUSTAKA
Berger, Charles R, dkk, 1987, Handbook of Communication Science, The Publisher of
Professional Social Science.
Depari, Eduard dan Mc Andrew, Collin, 1991. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gadjah Mada University : Yogyakarta.
Effendy, Onong Uchjana, 1987. Komunikasi dan Modernisasi, Alumni : Bandung. Hettne, Bjorn, 1982. Ironi Pembangunan di Negara Berkembang, Sinar Harapan :
Jakarta.
Harmoko, 1985. Komunikasi Sambung Rasa, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Rogers, Everett M dan Shoemaker, F Floyd, 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru,
Usaha Nasional : Surabaya.
Susanto, Astrid, 1977. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Cipta : Jakarta.
Makalah :
Malik, Dedy Djamaluddin, 1991. Komunikasi Pembangunan : Perspek-Depedensia :
Bandung.