Minggu, 30 Mei 2010

10 cara pintar belajar

1_ belajar itu memahami,,,,, usahakanlah memahami terlebih dahulu suatu pelajaran taupun materi-materi yang lainnya sebelum menhapal.. yaa supaya ndak plin plan

2_membaca,,, kunci sukses dalam belajar adalah banyak membaca dan mendengar,,karna memang itu kuncinya,, dan supay akita paham,, bacalah materi yang di ajarkan minimal 2 x sehari,,hehhe macam minum obat ja nei,, tapi memang begitulah caranyayakni,,, sebelum dan sesudah materi tersebut di ajarkan

3_mencatat… mencatat merupakan perbutan yang tidak kalah pentingnya dalam kita belajar tau mempelajatri suatu pelajaran,, karna ilmu itu ibarat hewan ternak,, seperti sapi, kerbau dan yang sejenisnya,, hehhhe,, kalau sapi tersebut kita ikat dengan tali yang bagus bila lepas,, maka dengan mudah kita mencari dan menagkapnya namun bila tidak!! Ya mungkin kita harus bersusah payah terlebih dahulu,, begitu juga dengan ilmu yng kita pelajari,, kita mengikatnya dengan tulisan yang rapi ,bagus dan dapat di baca,,,,dan yang harus kita hindari disini adalah membuat catatan yang terlalu panjang,,,tapi ambillah intisari/kesimpulan dari apa yang telah kita pelajari tau baca,,

4_menhapal… hapalkan kata-kat kunci yang sudah kita rangkum tadi,,,,, kembali ke nomor 3

5_waktu,,,,pilihlah waktu yang tepat untuk belajar,,, yakni pada saat badan dan pikiran sedang fresh,,,,di pagi hari taupun malam hari setelah kita terjaga dari tidur,,,

6_tempat,,,,, buatlah suasana belajar kita menjadi nyamandan mengasyyikkan,, supaya kita juga dengan mudah dapat memahami materi tersebut,,

7_membentuk kelompok,,,,,,, bentuklah kelompok-kelompok belajar,, yaaaa juga jangan terlalu banyakalah,,, maksimal 5 orang.. kemudian setiap orang menerangkan meteri yang sudah ia kusai itu secara bergilir, pasti seru dan mengasyikkan lhoo,,,

8_menjawab soal-soal……latihlah diri kita dengan cara menjawab soal-soal yang terdapat disetiap akhir pembahasan kalaupun tidak ada kita bisa membuatnya sendiri ,, dengan cara kita membuat soal tuk teman kita dan begitu juga ia,,, lalu kita jawab sosal-soal tersebut,,,

9_mengembangkan materi,,,,,kembangkan materi yang telah kita kuasai dengan cara membuat soal taupun pertanyaan-pertanyaan,,,

10_istirahat,,, sediakanlah waktu tuk istirahat dan mencoba belajar tuk menjelaskan materi-materi yang tlah di pahami dengan bahasa sendiri dan dengan jelas dan tertur,, ndak perlu detail juga ndak pa pa

Memang model ataupun cara orang belajar itu berbeda antara satu dengan yang lainnya,,, tapi ,, cara-cara diatas bisa di coba,,, mudah-mudahan bermanfaat,,,,,,dan suatu hal yang kita tidak bisa mencapai tau memperoleh semuanya,, yaaa jangan lantas kita meninggalkannya…… mudah-mudahan bermanfaat!!!!!!!

waAllahu a’lam
Samudra,,,,,,,, 30 mei 2010

siapa yang lebih jahiliyyah dari orang-orang jahiliyyah??

Ketika kita bicara tentang kehidupan orang-orang jahiliyyah atau sebelum Muhammad SAW diangkat menjad Rasul, minimal ada 4 (empat) hal kebiasaan yang sering mereka lakukan. Yakni:

1.mereka suka berjudi (mengundi nasib)
2.mereka suka minum khamar (mabok)
3.mereka suka berzina.
4.mereka membunuh hidup-hidup anak perempuan mereka.

Setidaknya empat hal inilah yang sering dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah. Mengapa mereka melakukannya?? Hal ini terjadi karna mereka jauh dari nilai-nilai ketauhidan,mereka tidak mengenal dan paham siapa Tuhan mereka. Sehingga karna hal inilah mereka disebut Jahiliyyah yang bermakna Bodoh,, bodoh atau ketidak tahuannya tentang Hakikat Sang Pencipta.”ilmu ketauhidan”

Sebelum Islam datang,kehidupan sosial masyrakat pada saat itu sangat “amburadul” dan semerawut,dalam artian tidak ada kehidupan yang seimbang karena pola kehidupan yang ada hanya pola kehidupan “yang kuat yang berkuasa” sehingga yang lemah akan terus tertindas.Mereka (orang Jahiliyyah) suka menghamburkan harta kekayaan yang mereka miliki hanya untuk bersenang senang, dengan cara bermain judi,mengundi nasib dan lain sebagainya.Sehingga rutinitas yangterlihat setiap harinya adalah aktifitas perjudian dan bilamana ada orang yang tidak mau ikut berjudi maka mereka diberi julukan dengan julukan “baram” yang artinya Bakhil bin pelit (orang kikir). Karena tidak mau ikut menyumbang untuk fakir miskin,, itu katanya.

Selain menghabiskan harta dengan cara berjudi,mereka juga menghabiskan kekayaan yang mereka miliki untuk berfoya-foya dengan cara “clubbing” kalau sebutan kita sekarang…hehe,,,, disana mereka berkumpul dengan teman-teman mereka ataupun sendiri untuk minum khamar (arak), yang mereka anggap sebagai obat yang mujarab untuk menghilangkan stress yang sedang melanda dan menyelimuti diri mereka. Tidak hanya ketika dilanda stress saja, tapi di setiap ada acara atau kegiatan tertentu, mereka selalu menempatkan khamar sebagai sajian yang tidak boleh tidak harus ada.”menu utama”

Begitulah sederet potret pola kehidupan masyarakat-mayarakat sebelum islam datang.Bahkan yang lebih parah dan sangat “menyedihkan” mereka membunuh anak mereka hidup-hidup, bilamana anak yang dilahirkan itu adalah anak perempuan.. mengapa mereka membunuhnya?? Karena mereka menganggap anak perempuan sebagai aib keluarga, tidak bisa menjadi panutan, tidak bisa menjadi penerus keluarga dan alasan-alasan lainnya.

Namun pada saat islam datang, secara perlahan pola kehidupan seperti itu pun berangsur-angsur dihilangkan. Kehidupan sosial masyarakat menjadi lebih beradab dan bermartabat dengan di utusnya Muhammad SAW sebagai Rasul di permukaan Bumi ini. Muhammad SAW di utus sebagai “Rahmatan lil’alamin” , pembawa kedamaian dan ketentraman,, tidak hanya untuk kalangan orang-orang atau masyarakat Arab saja tapi juga untuk kehidupan masyarakat dan makhluk hidup lainya yang hidup di Alam nan Raya ini. Dengan salah satu Mu’jizatnya yakni al-Quranulkarim yang berisi tentang petunjuk dan pedoman hidup, baik untuk kehidupan di Dunai ini maupun setelah kehidupan di dunia ini (akhirat).

Rasul SAW dan Para Sahabatnya menjadi masyarakat yang “disegani” oleh masyarakat lainnya di dunia ini. Karena keistiqamahannya dalam ber’ubudiah kepada Allah SWT dan berpegang teguh dengan al-qur’an`dan hadits Nabi SAW, serta memahai makna setiap ayat yang terdapat dalam al-qur’an guna di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ada sebuah ungkapan yang sangat terkenal “Jika ingin melihat isi al-qur’an maka lihatlah kehidupan sehari-hari Rasul SAW dan sahabatnya”. Ini adalah sebuah ungkapan yang tentunya berdasarkan dengan fakta dan realita yang ada dan terjadi.

Setelah kita melihat sekilas tentang gambaran bagaimana kehidupan masyarakat-masyarakat sebelum kita,yakni orang-orang terdahulu. Dimulai dari kehidupan yang tidak bermartabat mejadi bermartabat dengan islam dan dari kehidupan yang “semerawut”menjadi kehidupan yang teratur dengan al-qur’an dan sunnah Nabi SAW.

Lalu bagaimana dengan kehidupan masyarakat kita sekarang? Apakah kita lebih baik atau lebih buruk dari kehidupannya orang-orang jahiliyyah? Atau apakah kehidupan masyarakat kita sekarang telah menjadi pemeluk agama islam yang “Kaffah”? Tentunya pertanyaan –pertannyaan ini dapat dengan mudah kita jawab dengan melihat realita yang terjadi di dalam kehidupan kita sehari hari.

Islam telah sampai kepada kita dengan pengajaran dan pedoman yang sangat komplit, lengkap dengan perumpamaannya , baik itu perumpamaan yang baik maupun yang buruk dari orang-orang terdahulu. Guna kita jadikan pelajaran dan lentera di dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Namun amat disayangkan ada sebagian kita atau mungkin termasuk kita didalamnya yang merusak dan mengabaikan aturan dan ajaran yang tertera dalam al-qur’an, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan begitu juga dengan apa yang baginda Nabi SAW ajarkan dan contohkan kepada kita.

Masyarakat kita sekarang yag hidup di zaman modern atau ada juga yang menyebutnya kita sekarang ini hidup dizaman global ataupun digital. Terlepas dari semua itu, kita melihat bahwa kehidupan kita sekarang ini seolah tanpa batas, ruang dan waktu. “dunia dalam genggaman “ atau ada juga yang menyebutnya “bumi ini bisa dikantongi”. Semua ini timbul, karena kita bisa dengan mudahnya berkomunikasi degan teman-teman atau saudara kita yang berbeda daerah dengan kita, bahkan juga negara yang berbeda.Namun meskipun kita telah hidup di zaman yang serba canggih ini. Kita masih saja tidak bisa lepas dari adat istiadatnya orang-orag jahiliyyah. Yakni banyak dari kita yang masih minum khammar (arak) dan juga berjudi, padahal dengan jelas bahwa kedua perbuatan itu dilarang oleh Allah SWT sebagaimana tertera dalam Q.S.(Al-Baqarah :219) (Al-Maidah: 90-91) begitu juga dalam hadits-hadits Nabi SAW yang terdapat dalam kitab hadits syarah imam muslim juz XV hal 15.

Ada beberapa desa yang menjadikan khamar sebagai minuman “wajib”, yang mesti ada pada setiap acara perkawinan anaknya ataupun acara sunatan anak-anaknya. Mau tua muda sama saja seolah tidak peduli dengan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Mereka minum sesuka hati.. Begitu juga dengan judi, masyarakat kita sekarang ini masih banyak yang tidak bisa lepas dari judi, mau dia itu kaya ,miskin, tua, muda semua berjudi. Di mulai dari judi kecil-kecilan sampai pada yang taruhanya rumah ,mobil bahkan ada juga yang menjadikan istrinya sebagai taruhan di meja judi…… Judi “Togel” yang setiap harinya ada saja yang ikut serta. Yang mana dulunya judi togel ini dilarang dan “meredup sejenak”. Tapi sekarang permainan judi ini kembali muncul kepermukaan bak jamur yang tumbuh dimusim hujan. Piala Dunia yang tak lama lagi, ini akan menjadi ajang permainan judi besar-besaran dari mulai “kelas teri” sampai “kelas hiu” kalau kata teman saya hehhehe….. dari mulai masyarakat pedesaan sampai perkotaan tidak ada beda, yang membuat beda! hanya taruhannya saja … Inilah sekelumit realita dan fenomaena yang terjadi dalam masyarkat kita sekarang ini.

Selanjutnya yang terakhir, masyarakat kita suka membunuh anaknya hidup-hidup.. kalau orang-orang jahiliyyah dulu membunuh anaknya setelah lahir.. yakni bila yang dilahirkan itu perempuan, baru mereka bunuuh… namun masyarakat kita sekarang lebih parah lagi dari itu….yakni kita,, masyarakat kita telah membunuh anaknya sebelum anak itu di lahirkan kepermukaan bumi ini.. “masih dalam perut”,, hehhe kalau kata masyarakat kita itu bukan membunuh tapi “menggugurkan dan kb” terlepas ntah istilah apa yang kita pakai yang jelas masyarakat kita telah membunuh sebelum anak tersebut sempat menghirup udara bumi ini…. Kita belum sempat tau jenis kelamin anak yang akan di lahirkan, namun kita tlah membunuhnya dengan cara kb,, bukankah ini lebih hina dan memalukan??

Jadi, dari 3 gambaran yang telah kami uraikan diatas ,mana masyarakat yang hidupnya paling baik dan juga paling buruk?? Apa yang menyebabkan mereka menjadi paling baik dan juga paling buruk?? Tentunya kita sangat mudah menjawabnya,, bahwa yang paling baik adalah masyarakat yang hidup pada zaman Muhammad SAW dan sahabatnya,,, dan yang paling buruk adalah masayarkat yang hidup di zaman kita sekarang ini… Mengapa??? Karena kita sudah mendapatkan informasi yang begitu banyak, tapi masih saja kita mengabaikan informasi dan petunjuk tersebut,,, atau kita hanya “pura-pura tidak tahu”,,,Apakah inipengaruh dari globalisasi ??? ataukah ini pengaruh dari digitalisasi???? Entahlaha,,,, yang jelas kita sudah semakin semerawut saja,,


Kita masih saja terjebak dengan isme-isme yang menghanyutkan kita,kita masih senang dengan buaian kemewahan yang ada,, sehingga kita di bwat buta dengan begitu banyaknya media informasi yang tersedia,, tidak hanya di kota tapi juga di desa,,, informai yang begitu banyak,dan dengan mudahnya bisa kita dapatkan hanya kita manfaatkan sperti “makanan” tau ntah apaalah istilah yang tepatnya!

tapi yang pasti supaya kita bisa hidup lebih baik lagi kita harus menjadikan qur'an sebagai bacaan utama dalam kehidupan sehari hari kita,,,kita baca,, pahami dan amalkan ... serta tanyakan kepada ahlinya,,, karna hal ini sudah sangat jarang dan langka dilakukan oleh orang-orang islam,,,

mungkin masih banyak lagi realita yang terjadi.. slain daria realita yang diatas tadi....WaAllahu a’lam……
El-Badui,,,30 Mei 2010

Minggu, 23 Mei 2010

Pembuktian dalam hukum islam

PENDAHULUAN

Dalam suatu proses beracara di pengadilan, salah satu tugas hakim adalah untuk menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya antara pihak yang berperkara. Hubungan hukum inilah yang harus dibutktikan kebenarannya di depan sidang pengadilan. Pada prinsipnya, yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang kebenarannya di bantah oleh pihak lain. Pihak penggugat diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Setelah itu, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran dalil sangkalannya.
Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di dalam masyarakat, baik itu dalam usaha pencegahan maupun pemberantasan ataupun penindakan setelah terjadinya pelangaran hukum atau dengan kata lain dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Dan apabila Undang-undang yang menjadi dasar hukum bagi gerak langkah serta tindakan dari para penegak hukum itu haruslah sesuai dengan tujuan dari falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa, maka dalam upaya penegakan hukum akan lebih mencapai sasaran yang dituju. Tujuan dari tindak acara pidana adalah untuk mencapai dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran-kebenaran materil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu peristiwa pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.
Dalam perkembangannya hukum acara pidana di indonesia dari dahulu sampai sekarang ini tidak terlepas dari apa yang di sebut sebagai pembuktian, apa saja jenis tindak pidananya pastilah melewati proses pembuktian. Hal ini tidak terlepas dari sistem pembuktian pidana Indonesia yang ada pada KUHAP yang masih menganut Sistem Negatif Wettelijk dalam pembuktian pidana. Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku saja namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan keadilan materil. hal ini didalam pembuktian pidana di Indonesia kita mengenal dua hal yang sering kita dengar yaitu alat bukti dan barang bukti di samping adanya proses yang menimbulkan keyakinan hakim dalam pembuktian.
Sehingga dalam hal pembuktian adanya peranan barang bukti khususnya kasus-kasus pidana yang pada dewasa ini semakin beragam saja, sehingga perlunya peninjauan khusus dalam hal barang bukti ini. Dalam proses perkara pidana di Indonesia, barang bukti memegang peranan yang sangat penting, dimana barang bukti dapat membuat terang tentang terjadinya suatu tindak pidana dan akhirnya akan digunakan sebagai bahan pembuktian, untuk menunjang keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa sebagaimana yang di dakwakan oleh jaksa penuntut umum didalam surat dakwaan di pengadilan.
Untuk membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang bersengketa diperlukan alat bukti. Alat bukti apa saja yang harus dibuktikan? Untuk selanjutnya akan dibahas pada pembahasan di bawah ini.


PEMBAHASAN

PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ISLAM

A.PENGERTIAN

Pembuktian berasal dari kata “bukti” yang artinya adalah usaha untuk membuktikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “membuktikan” diartikan sebagai memperlihatkan bukti atau meyakinkan dengan bukti, sedangkan kata “pembuktian diartikan sebagai proses, perbuatan cara membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa di dalam sidang pengadilan.
Pembuktian adalah upaya para pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran peristiwa atau kejadian yang diragukan oleh para pihak yang bersengketa dengan alat-alat bukti yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
“M.Yahya Harahap, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa”.
Dalam sengketa yang berlangsung dan sedang diperiksa dimuka majelis hakim itu, masing-masing pihak yang mengajukan dalil-dalil yang yang saling bertentangan. Hakim harus memeriksa dan menetapkan dalil-dalil manakah yang benar dan dalil manakah yang tidak benar. Berdasarkan pemeriksaan yang teliti dan seksama itulah hakim menetapkan hukum atas suatu peristiwa atau kejadian yang telah dianggap benar setelah melalui pembuktian sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembuktian bertujuan untuk mendapatkan kebenaran suatu peristiwa atau hak yang diajukan kepada hakim.
Dalam hukum Islam, keyakinan hakim memiliki beberapa tingkatan, yaittu:
1.Yaqin : meyakinkan, yaitu sihakim benar-benar yakin (terbukti 100%).
2.Zhaan : sangkaan yang kuat, yaitu lebih condong untuk membenarkan adanya pembuktian (terbukti 75-99 %)
3.Syubhaat : ragu-ragu ( terbukti 50%)
4.Waham : sangsi (terbuti -50%)

Seorang hakim harus menghindarakan memberikan putusan apabila terdapat kondisi syubhaat atau lebih rendah. Sabda Rasulullah S.A.W :
“……sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya ada yang syubhaat (perkara yang samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka …dan barang siapa yang jatuh melakukan perkara yang samar itu, maka ia telah jatuh ke perkara yang haram itu……” ( H.R. Bukhari dan Muslim ).
Dalam hukum pada pembuktian hanya diarahkan pada kaedah-kaedah Fiqh. Kaedah-kaedah Fiqh yang dimaksud adalah dalil-dalil yang digunakan dalam pemeriksaan perkara untuk pembebanan pembuktian terdapat dalil yang berbunyi :
“….bukti-bukti itu dibebankan kepada penguggat dan sumpah dibebankan kepada yang menolak gugatan.”


Azaz Dan Sistem Pembuktian.
Sistem artinya suatu rangkaian prosedur yang telah merupakan suatu kebulatan (kesatuan) untuk melaksanakan suatu fungsi.
Pada umumnya, sepanjang undang-undang tidak mengatur. Sebaliknya, hakim bebas untuk menilai pembuktian berhubung hakim dalam menilai pembuktian dapat bertindak bebas atau diikat oleh UUD.


B.Jenis-jenis Alat Bukti
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara di kenal 5 macam alat bukti, yaitu :
• Surat atau tulisan
• Keterangan ahli
• Keterangan saksi
• Pengakuan para pihak
• Pengetahuan hakim
1) Surat atau tulisan
a. Pengertian
Menurut Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, berpendapat bahwa alat bukti surat atau tulisan adalah : “segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian”.
b. Macam-macam alat bukti surat
Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu:
Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian
Sedangkan akta itu sendiri ada dua macam, yaitu :
1.Akta otentik
2.Akta dibawah tangan
Menurut UU No.5 / 1986 pasal 101 bahwa surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis, yaitu :
1. Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.
2. Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Akta otentik ada dua macam, yaitu :
a. Akta yang dibuat oleh pejabat (Ambtelijk Akten)
b. Akta yang dibuat dihadapan pejabat (Partij Akten)

Perbedaan antara Ambtelijk Akten dan Partij Akten
No.Aspek / unsur Ambtelijk Akten Partij Akten

1.Inisiatif dari Pejabat yang bersangkutan karena jabatannya Para pihak karena kepentingannya
2.Isi akta ditentukan oleh pejabat yang bersangkutan ber-dasarkan UU ditentukan oleh para pihak
3.ditanda tangani oleh pejabat itu sendiri tanpa pihak lain para pihak dan pejabat yang bersangkutan serta saksi-saksi
4.Kekuatan bukti tidak dapat digugat kecuali dinyatakan palsu dapat digugat dengan pembuktian sebaliknya
Bila mana salah satu pihak yang bersengketa membantah keaslian alat bukti surat yang diajukan oleh pihak lawan, maka hakim dapat melakukan pemeriksaan terhadap bantahan itu dan kemudian mempertimbangkan dalam putusan akhir mengenai nilai pembuktiannya. Apabila dalam pemeriksaan persidangan ternyata ada alat bukti tertulis tersebut ada pada badan atau pejabat TUN, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat TUN tersebut untuk segera menyediakan alat bukti tersebut. Masing-masing alat bukti yang berupa surat atau tulisan itu mempunyai bobot kekuatan pembuktian sendiri-sendiri dan hakim yang akan menentukan bobot atau nilai pembuktian tersebut.
Pada prinsipnya, kekuatan bukti suatu alat bukti surat terletak pada akta aslinya. Tindasan, foto copy, dan salinan akta yang aslinya masih ada, hanya dapat dipercaya apabila tindasan, foto copy dan salinan itu sesuai dengan aslinya. Dalam hubungan ini, hakim dapat memerintahkan kepada para pihak agar memperlihatkan aslinya sebagai bahan perbandingan, tetapi apabila lawan mengakui atau tidak membantahnya maka tindasan, foto copy, dan salinan akta tersebut mempunyai kekuatan pembukti seperti yang asli.
2) Keterangan ahli
Di dalam UU No.5/1986 pasal 102, dijelaskan bahwa : keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya. Kehadiran seorang ahli di persidangan adalah atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya. Hakim ketua sidang dapat menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik dengan surat maupun tulisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang pengetahuan dan pengalamannya (pasal 103 UPTUN). Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu persoalan di bidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli di bidang yang bersangkutan, umpamanya ahli di bidang perbankan, ahli di bidang komputer, ahl balistik dan lain-lain. Dalam hal ini keterangan juru taksir dapat digolongkan sebagai keterangan ahli. Tetapi mereka yang tidak dapat didengar sebagai saksi (pasal 88 UPTUN) dalam perkara itu, juga tidak dapat diangkat sebagai ahli.
3) Keterangan Saksi
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengan dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Setiap orang pada prinsipnya wajib untuk memberikan kesaksian apabila dibutuhkan oleh pengadilan, tetapi tidak semua orang dapat menjadi saksi. Ada beberapa saksi yang dilarang atau tidak diperbolehkan di dengar keterangannya,
sebagai saksi sebagaimana di atur dalam pasal 88 UPTUN sebagai berikut :
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garus keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa
b. Istri atau suami salah satu pihak yang bersangkutan meskipun sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan.
Ada beberapa orang yang meskipun berhak menjadi saksi tetapi berhak pula mengundurkan diri sebagai saksi (pasal 89 UPTUN), yaitu :
a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak
b. Setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal itu.
Adakalanya, orang yang dijadikan saksi itu tidak mengerti bahasa Indonesia, hakim dapat menunjuk seseorang yang akan bertindak sebagai penerjemah dan sebelum melaksanakan tugasnya ia harus di sumpah terlebih dahulu. Dan apabila seorang saksi dalam keadaan bisu-tuli dan tidak dapat menulis, maka demi kepentingan pemeriksaan, hakim menunjuk seorang yang sudah biasa bergaul dengan saksi sebagai juru bahasa. Sebelum melaksanakan tugasnya, ia wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepecayaannya. Sedangkan apabila yang di panggil sebagai saksi adalah pejabat TUN, maka pejabat tersebut tidak boleh mewakilkan kepada orang lain, ia wajib datang sendiri di persidangan.
Sehubungan dengan uraian di atas, terdapat perbedaan antara keterangan saksi dengan keterangan ahli. Perbedaan itu diantaranya, adalah :
Keterangan saksi
1. Seorang (beberapa) saksi di panggil kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan tentang hal-hal yang ia lihat, di dengar, atau dialami sendiri
2. Keterangan saksi harus lisan, bila tertulis maka jadi alat bukti tertulis
3. Kedudukan saksi tidak boleh diganti dengan saksi lain kecuali sama-sama melihat, mendengar dan menyaksikan peritiwa itu
Keterangan ahli
1. Seorang (beberapa) saksi ahli dipanggil kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan berdasarkan keahliannya terhadap suatu peristiwa
2. Keterangan saksi atau ahli bisa secara lisan ataupun tertulis
3. Kedudukan seorang ahli dapat diganti dengan ahli yang lain yang sesuai dengan keahliannya.
4) Pengakuan Para Pihak
“Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan”.
Menurut pasal 105 UU No.5/1986, pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim. Pengakuan yang diberikan di depan persidangan oleh pihak yang bersengketa sendiri atau oleh wakilnya yang diberi kuasa secara khusus, untuk itu mempunyai kekuatan bukti yang sempurna terhadap pihak yang memberikan pengakuan itu. Hal ini berarti hakim harus menganggap bahwa dalil-dalil yang telah diakui itu benar, kendatipun belum tentu benar. Pengakuan yang diberikan di luar persidangan, nilai pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Dengan kata lain pengakuan yang diberikan diluar persidangan merupakan alat bukti bebas dan konsekuensinya hakim leluasa untuk menilai alat bukti tersebut, atau bisa juga hakim hanya menganggap hal itu sebagai alat bukti permulaan saja. Terserah kepada hakim untuk menerima atau tidak menerimanya.
5) Pengetahuan hakim
Pengetahuan hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya. Melihat pada pengertian ini maka pengetahuan hakim dapat juga diartikan sebagai apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh hakim dalam persidangan. Misalnya : sikap, perilaku, emosional dan tindakan para pihak dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan hakim mengenai para pihak yang diperoleh di luar persidangan tidak dapat dijadikan bukti dalam memutus perkara.PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembuktian adalah upaya para pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran peristiwa atau kejadian yang diragukan oleh para pihak yang bersengketa dengan alat-alat bukti yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara di kenal 5 macam alat bukti, yaitu :
1.Surat atau tulisan.
2.Keterangan ahli.
3.Keterangan saksi.
4.Pengakuan para pihak.
5.Pengetahuan hakim.

B.Saran

Demikianlah makalah yang kami buat mengenai Pembuktian ini dengan harapan dapat menjadi bahan diskusi bagi mahasiswa yang lain. Mungkin terdpat kesalahan didalam pembuatan makalah ini, untuk itu kami memohon kritik dan saran dosen pembimbing serta peserta diskusi. Kalau ada jarum yang patah jangan disimpan didalam peti, kalau ada kata-kata yang salah jangan disimpan didalam hati. Semoga makalah ini bermanfaat untuk peserta diskusi.

DAFTAR PUSTAKA

Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Jakarta, Penaerbit Sinar Grafiaka, 1988.
LKHT FH UI, “ASPEK PEMBUKTIAN”, www.lkhtnet.com, diakses pada tanggal 12 Maret 2009.
Karim Nasution, Masalah Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana, , Jakarta, Sinar Grafika, 1986.
Moeljatno, Asas – asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993.
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2002.

Rabu, 19 Mei 2010

Waqaf yang boleh di Jual atau di Tukar

PENDAHULUAN

Dewasa ini kondisi ummat Islam masih lemah secara ekonomi. Secara kasat mata hal ini dapat diketahui dari kondisi riil kaum muslimin di berbagai belahan bumi dan pada akhirnya secara umum dapat disimpulkan bahwa sinyalemen tersebut memang benar adanya. Sebagai contoh, hampir sebagaian besar negara-negara miskin, adalah negara yang berpunduduk muslim. Baberapa negara Islam kaya di timur Tengah, misalnya ternyata tidak cukup untuk menghapus kesan kemiskinan umat Islam pada umumnya.
Ummat Islam Indonesia tentunya tidak bisa dikecualikan dari fenomena kemiskinan tersebut. Yang memprihatinkan adalah ketika kita mengetahui bahwa ummat Islam adalah mayoritas di negeri ini. Bukankah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemiskinan ummat Islam tersebut juga menjadi potret kemiskinan bangsa. Maraknya berbagai bencana yang melanda ‘negeri sejuta pulau’ ini tampaknya juga semakin memperparah kondisi tersebut.
Pada saat demikian inilah pada akhirnya mengharuskan ummat Islam untuk menelaah dan mengkaji lagi tentang hubungan ajaran agama dengan salah satu problem pokok kehidupan terkini, yaitu kemiskinan tersebut. Kajaian ini diawali dengan sebuah pertanyaan mendasar, sejauhmana kontribusi ajaran Islam dalam memecahkan problem kemiskinan tersebut. Pertanyaan tersebut penting, sebab secara tekstual banyak ajaran-ajaran Islam yang menjanjikan kesejahteraan hidup setiap orang beriman, tidak saja di akhirat tetapi juga di dunia. Pertanyaan berikut, kalau demikian, mengapa terjadi kesenjangan apa yang seharusnya ( das Sollen ) dengan kenyataan ( das Sein )? Di mana letak kesalahannya?
Salah satu aspek ajaran agama yang perlu mendapat kajian tersebut adalah ajaran Wakaf. Lembaga agama ini di samping secara tekstual telah lebih 15 abad disyari’atkan juga diharapkan mampu “menghapus” kemiskinan ummat Islam. Mengapa?. Sebagaimana tercatat dalam sajarah, lembaga ini pada abad ke 8 dan 9 Hijriyah telah mencapai zaman keemasannya. Pada masa itu wakaf meliputi berbagai benda dan di bawah pengawasan dan pembinaan para Sultan.
Tetapi, lembaga inipun kini masih belum bisa diharapkan terlalu banyak untuk mensejahterakan umat Islam. Pada hal kuantitas ummat Islam yang mayoritas, banyaknya ummat Islam yang relatif berhasil secara ekonomi, dan dukungan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan mestinya menjadi potensi bagi tercapainya kesejahteraan ummat Islam, bahkan bangsa Indonesia, melalui lembaga wakaf ini.
Kiranya dalam konteks itulah kita yang hadir di sini perlu untuk mengkaji ulang ajaran wakaf ini. Tulisan berikut secara deskriptif analitik menyajikan pembahasan tersebut dengan mengemukakan pembahasan secara garis besar mengenai sisi akademis dan praktisnya.

PEMBAHASAN
WAKAF YANG BOLEH DIJUAL ATAU DITUKAR
A. Pengertian Wakaf
1. Menurut bahasa
Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab waqafa yang menurut bahasa beberti “menahan” atau “berhenti”.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia wakaf diberi arti : tanah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapapun dan digunakan untuk tujuan amal, benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum sebagai pemberian yang ikhlas; hadiah atau pemberian yang bersifat suci.
2. Menurut Istilah Fuqaha
Sejak dulu telah terjadi perbedaan pendapat tentang pengertian wakaf. Dengan demikian memang belum ada satu pengertian mengenai hal itu yang disepakati. Akibat perbedaan dalam memberi pengertian wakaf tersebut pada akhirnya menimbulkan perbedaan akibat hukum yang ditimbulkan. Bukan sekedar berbeda dalam hal redaksi.
Untuk menambah cakrawala pengetahuan, berikut dikemukakan pengertian wakaf dari para Fuqaha dalam 4 madzhab, yaitu :
a.Menurut Ulama Hanafiyyah
“Menahan benda yang statusnya tetap milik si wakif dan yang disedekahkan adalah manfaatnya saja.”
b.Menurut Ulama Malikiyyah
“Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik yang berupa sewa atau hasilnya untuik diserahkan kepada orang yang berhak dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh yang mewakafkan.”
c.Menurut Ulama Syafi’iyyah
“Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang dan barang itu lepas dari penguasaan si wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.”
d.Menurut Ulama Hanabilah
“Menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta itu sedangkan manfaatnya dimanfaatkan pada suatu kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah.”

Dari pengertian yang dikemukakan fukaha tersebut paling tidak dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
- bahwa terdapat dua pandangan dalam memberi pengertian wakaf. Dua pengertian tersebut sangat bertolak belakang akibat hukumnya, yaitu menurut ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah di satu pihak dan menurut Ulama Syafiiyyah di pihak lain.
- Pendapat pertama berakibat hukum bahwa benda wakaf tidak mengakibatkan barang yang diwakafkan keluar dari kepemilikan wakif, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa wakaf dapat mengakibatkan yang diwakafkan keluar dari kepemilikannya.

B. Dasar Hukum Wakaf
Lembaga wakaf merupakan salah satu ajaran yang diyari’atkan. Hal ini dapat diketahui dari adanya dalil, antara lain sebegai berikut :
1. Al Qur’an
a. Surat Al Baqarah ayat 267

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah )sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya pada hal kamu sendiri tidak mau memgambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

b. Surat Ali Imran ayat 92
عَلِيمٌ بِهِ اللَّهَ فَإِنَّ شَيْءٍ مِنْ تُنْفِقُوا وَمَا تُحِبُّونَ مِمَّا تُنْفِقُوا حَتَّى الْبِرَّ تَنَالُوا لَنْ
Artinya : “Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada kebajikan ( yang sempurna ) sebelum kamu manafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
c. Surat Al Maidah ayat 2
وَالتَّقْوَى الْبِرِّ عَلَى وَتَعَاوَنُوا
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam ( mengerjakan ) kebajikan dan ketaqwaan.”




d.Surat Al Hajj ayat 77
وَافْعَلُوا رَبَّكُمْ وَاعْبُدُوا وَاسْجُدُوا ارْكَعُوا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا تُفْلِحُونَ لَعَلَّكُمْ الْخَيْرَ
Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan.
C. Macam-Muacam Wakaf
Dalam kitab-kitab fikih dikupas, bahwa bila ditinjau dari segi ditujukan kepada siapa, wakaf dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Wakaf Ahli atau wakaf Dzurri
Disebut demikian karena wakaf ini ditujukan kepada orang-orang tertentu, baik seorang atau lebih atau baik keluarga si wakif sendiri atau bukan.
2. Wakaf Khairi
Yang dimaksud dengan wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan, seperti wakaf yang diserahkan untuk kepentingan pembangunan masjid, sekolahan, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim, dan lain-lain.

D. Rukun dan Syarat Pelaksanaan Wakaf
Dalam fikih wakaf biasanya dikemukakan , bahwa suatu wakaf sah apabaila terpenuhi rukun dan syaratnya.
1. Rukun Wakaf ada 4 macam, yaitu :
a. Wakif, yaitu orang yang berwakaf.
b. Maukuf bih, yaitu barang yang diwakafkan.
c. Maukuf ‘alaih, yaitu pihak yang diberi wakaf atau peruntukan wakaf.
d. Shighat, yaitu pernyataan atau ikrar wakif seagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagaian harta bendanya.

Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004, pelaksanaan wakaf harus dipenuhi 6 unsur-unsur, yaitu :
a. Wakif
b. Nadzir
c. Harta benda wakaf
d. Ikrar wakaf
e. Peruntukan harta benda wakaf
f. Jangka waktu wakaf
2. Syarat Wakaf
a. Syarat bagi Wakif, yaitu :
Orang yang mewakafkan disyaratkan harus cakap berindak dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak ini meliputi 4 ( empat ) kreteria, yaitu :
- Merdeka
- Berakal sehat
- Dewasa
- Tidak berada di bawah pengampuan.
Syarat-syarat di atas adalah dieruntukkan bagi perorangan. Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004, wakif tidak sebatas perorangan tapi juga bisa organisasi dan badan badan hukum. Jika wakif berupa perorangan sayat syarat yang harus dipenuhi wakif adalah : dewasa, barakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan pemilik sah harta wakaf.
Jika wakif berupa berupa organisasi atau badan hukum, tampaknya UU menyerahkan persyaratan wakif kepada anggaran dasar organisasi yang besangkutan jika wakif berupa organisasi dan ketentuan badan hukum jika wakif berupa badan hukum.
b. Syarat Maukuf bih, yaitu :
Benda yang diwakafkan dipandang sah untuk diwakafkan apabila memenui syarat sebagai berikut :
- Harus mempunyai nilai/ berguna.
- Benda tetap atau benda bergerak yang dibenarkan untuk diwakafkan.
- Benda yang diwakafkan harus diketahui ketika diakadkan.
- Benda yang diwakafkan telah menjadi milik tetap si wakif ketika diakadkan.

Dalam UU Nomor 41 Tahun 2004, barang yang diwakafkan hanya diberikan ketentuan yang bersifat umum yaitu bahwa harta benda tersebut harus dimiliki dan dikuasai wakif secara sah. Hanya saja mengenai jenis dan macamnya telah disebut secara limitatif.
c. Syarat Maukuf Alaih
Tujuan wakaf atau peruntukan wakaf disyaratkan dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan menurut Syari’at Islam.
d.Syarat Shighat, yaitu :
Sighat akad ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Oleh karena wakaf merupakan salah satu bentuk tasharruf/ tabarru” maka sudah dinggap selesai dengan adanya ijab saja meskipun tidak diikuti dengan qabul dari penerima wakaf.

Sedangkan tujuan wakaf harus ditujuan untuk ibadah dan mengharapkan balasan/pahala dari Allah SWT.
Menurut Fikih lafad shighat wakaf tersebut ada 2 macam, yaitu :
- lafad yang jelas ( shahih )
seperti : ( Aku mewakafkan, aku menahan, aku mendarmakan )
- Lafad kiasan ( kinayah )
seperti : ( Aku mensedekahkan, aku melarang, aku mengekalkan )

Adapun syarat sahnya shighat ijab, baik berupa ucapan atau tulisan ialah :
- shighat harus terjadi seketika /selesai ( munjazah )
- shigat tersebut tidak diikuti dengan syarat yang bathil, yaitu syarat yang menodai dasar wakaf. Misalnya, “Saya wakafkan rumah ini untuk diri saya sendiri seumur hidup, kemudian setelah saya meninggal untu anak-anak dan cucu saya dengan syarat bahwa saya boleh menggadaikannya kapan saja saya kehendaki... atau jika saya meninggal wakaf ini menjadi harta waris bagi para ahli waris saya.
- Shighat tidak diikuti pembaytasan waktu terentu.
- Tidak mengandung pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang suidah dilakukan.

E. Persoalan-persoalan Wakaf Menurut Fukaha
1. Tentang Benda yang diwakafkan
- Menurut Malikiyyah, diperbolehkan mewakafkan segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada orang yang diberi wakaf, baik berupa benda tetap maupun bergerak, baik untuk selamanya atau untuk waktu tertentu.
- Menurut Syafi’iyyah, barang diwakafkan haruslah barang yang kekal manfaatnya baik barang tak bergerak atau barang bergerak.
- Menurut Hanabilah, barang yang diwakafkan adalah semua barang yang sah diperjual belikan. Dengan kata lain, semua benda yang sah diperjual belikan sah pula diwakafkan.

2. Menjual Harta Wakaf
Ulama berbeda pendapat tentang hukum menjual harta wakaf, yaitu :
- Menurut pendapat Malikiyyah dan sebagian Syafi’iyyah tidak boleh menjual harta wakaf. Menurut pendapat ini, masjid atau peralatan masjid meskipun sudah tidak dapat digunakan tidak boleh dijual atau ditukarkan. Menjual atau menukar harta wakaf bebarti memutuskan harta si wakif. Wakif hanya akan mendapat aliran pahala wakafnya dari benda yang diwakafkannya, bukan dari dari benda lainnya penggantinya. Oleh sebab itu, batu atau tembok reruntuhan dinding masjid yang dibongkar bila tidak dapat digunakan sebagai dinding, bisa difungsikan untukyang lain buat kepentingan masjid, bukan untuk dijual.
Menurut Prof. Dr. Satria Efendi M. Zain, pendapat tersebut timbul akibat memahami hadits yang melarang menjual harta wakaf secara harfiyyah.
- Menurut pendapat Ahmad bin Hanbal, harta wakaf yang sudah tua atau hampir tidak dapat dimanfaatkan, boleh dijual dan uangnya dibelikan lagi penggantinya. Sebab, larangan menjual wakaf sebagaimana tertuang dalam hadits yang dimaksud adalah menjual harta wakaf yang masih dapat dimanfaatkan.
Menurut Prof.Dr. Satria Efendi, pendapat demikian timbul karena memahami hadits-- yang melarang menjual harta wakaf—dengan lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat substansial.
3.Menukar harta wakaf

BWI dalam menangani kasus perwakafan di Indonesia seringkali
menemukan kasus penukaran harta benda wakaf. Pada dasarnya,
penukaran harta benda wakaf adalah tidak boleh, kecuali memenuhi
beberapa syarat:
a. sesuai RUTR (Rencana Umum Tata Ruang),
b. Izin tertulis dari Menteri atas persetujuan BWI, dan
c. harta wakaf baru senilai manfaat dan nilai tukarnya. (UU No. 41/2004,
pasal, 40 dan 41).

Ketentuan ini diperjelas lagi dalam PP No.42/2006, pasal 49-51.
Izin tertulis dari Menteri hanya dapat diberikan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a.perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk
kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar
wakaf.
c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung
dan mendesak.

Selain itu, izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat
diberikan jika:
a. Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan
sah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
b. Nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama
dengan harta benda wakaf semula.


Sedangkan nilai dan manfaat harta benda penukar adalah
ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim
penilai yang anggotanya terdiri dari unsur:
a. Pemerintah daerah kabupaten/kota
b. Kantor pertanahan kabupaten/kota
c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota
d. Kantor Departemen Agama kabupaten/kota
e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan

Adapun nilai dan manfaat harta benda penukar tersebut dihitung
sebagai berikut:
a. Harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan
b. Harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah
untuk dikembangkan.

F. Pelaksanaan Wakaf
Sebagaimana disinggung di muka bahwa tampaknya pelaksanaan wakaf ini tidak bisa dipisahkan dengan lembaga peradilan. Hal ini wajar sebab, wakaf adalah menyangkut harta benda yang terkait dengan kepemilikan seseorang. Di samping itu, dalam pengelolaannya juga rawan dengan kesalahan atau bahkan kecurangan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.
Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia terdapat 4 sistem peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Keempat peradilan tersebut disamping semuanya merupakan peradilan negara yang sederajat akan tetapi telah ditetapkan wilayah yurisdiksi masing-masing.

PENUTUP

A.Kesimpulan

a.Pengertian Wakaf, yaitu :
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia wakaf diberi arti : tanah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapapun dan digunakan untuk tujuan amal, benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum sebagai pemberian yang ikhlas; hadiah atau pemberian yang bersifat suci.
b. Macam-macam Wakaf
Dalam kitab-kitab fikih dikupas, bahwa bila ditinjau dari segi ditujukan kepada siapa, wakaf dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Wakaf Ahli atau wakaf Dzurri
Disebut demikian karena wakaf ini ditujukan kepada orang-orang tertentu, baik seorang atau lebih atau baik keluarga si wakif sendiri atau bukan.
2 Wakaf Khairi
Yang dimaksud dengan wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan, seperti wakaf yang diserahkan untuk kepentingan pembangunan masjid, sekolahan, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim, dan lain-lain.


c. Rukun dan Syarat Pelaksanaan Wakaf
1. Rukun Wakaf ada 4 macam, yaitu :
a. Wakif, yaitu orang yang berwakaf.
b. Maukuf bih, yaitu barang yang diwakafkan.
c. Maukuf ‘alaih, yaitu pihak yang diberi wakaf atau peruntukan wakaf.
d. Shighat, yaitu pernyataan atau ikrar wakif seagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagaian harta bendanya
2. Syarat Wakaf
a. Wakif, yaitu : Orang yang mewakafkan
b. Maukuf bih, yaitu : Benda yang diwakafkan
c. Maukuf Alaih, yaitu : Tujuan wakaf
d. Shighat, yaitu : segala ucapan
d. Persoalan-persoalan Wakaf Menurut Fukaha
1. Tentang Benda yang diwakafkan
2. Menjual Harta Wakaf
3. Menukar Harta Wakaf
e. Pelaksanaan Wakaf
Sebagaimana disinggung di muka bahwa tampaknya pelaksanaan wakaf ini tidak bisa dipisahkan dengan lembaga peradilan. Hal ini wajar sebab, wakaf adalah menyangkut harta benda yang terkait dengan kepemilikan seseorang. Di samping itu, dalam pengelolaannya juga rawan dengan kesalahan atau bahkan kecurangan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.
Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia terdapat 4 sistem peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Keempat peradilan tersebut disamping semuanya merupakan peradilan negara yang sederajat akan tetapi telah ditetapkan wilayah yurisdiksi masing-masing.
waAllahu A'lam...
for every one