Kamis, 04 November 2010

Cara Pintar Belajar

Kita mengaku sebagai penuntut ilmu Tapi kita masih suka lambat-lambat dalam berjalan,malas bertanya(membaca), banyak tidur, Makan banyak-banyak,
Masihkah kita ingat perkataan salah seorang ulama: “Pelajar itu mesti Cepat dalam empat perkara :
1.Cepat dalam Melangkah,
2.Menulis,
3.Membaca, dan
4.Makan
Mudah-mudahan waktu yang tersisa dapat menjadi goresan emas kita Sebelum kita beranjak ke alam selanjutnya...
Karena memang semua kita tahu betapa berharganya dan pentingnya waktu itu, tapi yang membuatnya berbeda adalah bagaimana kita memanfaatkan waktu,,
Ada yang maksimal, ada yang setengah-setengah, dan ada yang menyia-nyiakannya Adapula yang salah faham dalam memanfaatkan waktu Disangka telah diisi dengan hal yang berfaedah Padahal kewajiban kita terhadap waktu lebih dari itu Inilah kiranya kemunduran kita tidak seperti orang-orang terdahulu.
Memanfaatkan waktu dan menggunakannya dengan sebaiknya adalah diantara bentuk kesyukuran kita kepada Tuhan yang menganugerahkan kehidupan bagi kita Menunaikan kewajiban waktu berarti menghambakan diri kepada Allah Waktu dimaksimalkan pemanfaatannya berarti menggemilangkan Islam mulia.
Beberapa Prisnsip yang dipegang oleh orang-orang terdahulu, diantaranya :
“Ibnu Abbas dan Imam Syafi'i mengatakan: belajar satu bab lebih aku sukai dari shalat sunat 100 rakaat.
Khalil bin Ahmad mengatakan: Waktu yang sangat berat bagiku adalah waktu yang ku habiskan untuk makan.
Lain pula dengan Ibnu Sahnun, berkali-kali pelayannya mempersilahkannya untuk makan malam.Menjelang sahur dia baru bertanya makan malam, Ia sibuk belajar tak terasa sang pelayan telah menyulangkan makanan dari tadi malam.
Adalah prinsip Imam Al Juwaini Al Haramain patut kita contohi.... Dia berkata: Daku makan dan tidur karena terpaksa untuk tenagaku, bukan kebiasaan Ibnu 'Aqil pensyarah Alfiyah Ibnu Malik lebih suka makan kue yang dicelup kedalam air dari roti yang lebih enak, agar waktu tidak ada yang disiakan Imam Nawawy yang meninggal muda 45 tahun tapi karangannya susah dibuat orang sekalipun 100 tahun, makan hanya sekali diwaktu buka puasa dan minum di waktu sahur.
Adapula diantara kita suka jalan-jalan, tamasya, tour luar negeri, mendaki gunung, ke tepi pantai dan lain-lain lagi Kalau ditanya kenapa? Jawabanya adalah: supaya rileks, umtuk merenggangkan urat saraf. Adapula yang jawab untuk cuci mata. Mata dicuci dengan wudhu' bukan dengan maksiat...^_^.
Lihat bagaimana Abu Nu'aim Al Ashfahani... para murid menyetor hadis dalam perjalanan beliau kembali ke rumah.Az Zamakhsyari karena musim yang terlalu dingin.. kakinya lepas ketika berjalan tidak terasa karena semangatnya dalam menuntut ilmu.
Adakah yang lebih menikmati perjalanan dari seorang yang tekun menuntut ilmu seperti Muhammad Thahir Al Maqdisi yang sanggup berjalan sehari 100 km dengan memikul kitab-kitabnya.
Lebih lagi Abul 'Ala Al Hamdzani, berkali-kali dia berjalan dengan membawa kitab-kitabnya dari Baghdad ke Ashbahan.
Para muridnya menghitung lebih kurang sehari dia berjalan 30 Farsakh atau 150 Km Ibnul Jauzy mengatakan: salah seorang sahaleh mengatakan kepadaku bahwa dia mimpi jumpa Abul 'Ala di sebuah kota yang semua dinding dan pagarnya adalah buku. Dan Abul 'Ala terlihat sedang sibuk menelaah kitab-kitabnya. Aku tanyakan: Buku-buku apakah ini wahai tuan Syeikh? Beliau jawab: Dahulu didunia aku selalu berdoa agar aku diberi kenikmatan menelaah buku dialam barzakh. Alhamdulillah Allah kabulkan doaku. Dengan demikian apakah membaca buku baginya lebih ia sukai dari makan, jalan-jalan, atau bahkan mendekati istrinya? Jawabannya anda lebih tahu... karena kalau tidak demikian tak akan menjadi kalimat doa yang selalu ia ucapkan.
Adapula diantara kita punya uang yang banyak, tapi keinginannya adalah membeli peralatan rumah, mobil, hp dan alat-alat canggih lainnya, atau keinginan perutnya Kalau ditanya berapa kitab ilmu yang engkau miliki. Dia akan merasa aneh dengan soal ini Bukankah Imam Muhammad Al Hasan mengorbankan 30 ribu dirham untuk belajar hadits, fiqh, nahu dan sya'ir 1 dirham sama dengan 2,975 gram perak Berarti kalau dikalikan dengan 30 ribu sama dengan 89250 gram perak Bahkan Yahya bin Ma'in lebih lagi, menginfakkan 1juta 50 ribu dirham Dan Abul 'Ala Al Hamdzani tadi adalah anak saudagar kaya Ketika ayahnya meninggal… warisan yang ia dapatkan ia korbankan semuanya untuk kebutuhan belajarnya sehingga tak tersisa sedikitpun.
Kalau bicara dan berhumor sungguh banyak sekali terjadi pada kita Hingga kadang tak terasa berjam-jam kita habiskan untuk kesia-siaan ini. Mari kita perbaiki diri dan mengoreksi diri sendiri,,.Janganlah sampai waktu kita habiskan hanya untuk hal yang sia-sia dan mengkritik orang lain,,,karena banyak dari kita yang merasa pintar tapi tidak pintar merasa,,,, waAllahu a’lam.
Asam Peutik , Langsa ,, 5 november 2010

Abu Hanifah : Yang Terbaik di antara Yang Baik

"Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh ALLAH, niscaya akan diberikan pemahaman agama baginya". (HR. Bukhari – Muslim).
Di dalam beberapa ungkapan, ada di sebutkan tentang bagaimana seseorang dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat dan berkah, salah satunya yakni ;”Dengan adab seseorang akan memperoleh ilmu dan dengan Ilmu amal menjadi benar (baik) dan dengan Amal hikmah akan diperoleh”. Ada kisah menarik dari Abu Hanifah ketika permulaan dia menuntut ilmu. Beliau berkata: Ketika daku hendak menekuni ilmu, aku perhatikan setiap ilmu, semuanya ku letakkan didepan mataku. Ku baca satu persatu, dan aku membayangkan kesudahannya.
Permulaan sekali ku lihat ilmu kalam, ternyata kesudahannya adalah buruk, dan manfaatnya sedikit. Dan apabila seseorang sempurna dalam ilmu kalam, niscaya dia tidak bisa bicara terang-terangan, dan niscaya dituduh dengan tuduhan yang buruk...
Kemudian ku perhatikan ilmu Adab dan Nahu. Ternyata kesudahannya nanti daku hanya akan duduk dengan anak kecil yang belajar Adab dan Nahu. Kemudian ku perhatikan Ilmu Sya'ir, ternyata kalaupun daku berhasil menguasainya kerjaku hanyalah memuji dan menyanjung orang, dan bisa jadi kata-kataku hanya dusta dan mencerai-beraikan agama.
Kemudian ku perhatikan lagi ilmu Qiraat. Ternyata kesudahannya aku akan duduk dengan orang-orang yang baru belajar, mereka akan memintaku membenarkan bacaan mereka, lagi pula ilmu Al Quran dan mempelajari makna-maknanya sangat sulit.
Lalu aku berazam ingin mempelajari Hadits. Namun kalau aku ingin menghafal hadits sebanyak-banyaknya, niscaya aku butuh umur yang panjang. Dan bisa saja mereka akan menuduhku sebagai seorang pendusta dan buruk hafalan hingga ke hari kiamat.
Kemudian Aku lihat ilmu Fiqh. Setiap kali ku perhatikan ilmu Fiqh dari segala sudutnya, aku semakin mengaguminya, tidak ada kecacatan padanya. Dan ku perhatikan juga, bahwa: ibadah fardhu, menegakkan agama dan beribadah tidak akan sempurna tanpanya. Segala perkara dunia dan akhirat pun tidak akan sempurna tanpa ilmu ini...
Begitulah sekilas bagaimana cara dari Imam Abu Hanifah ketika pada saat pertama kali ingin menetukan dan memilih ilmu apa yang akan beliau pelajari dan terlebih baik serta banyak memberi manfaat tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga lingkungan dan masyarakat sekitarnya dan termasuk kita sekarang ini.
Tapi juga jangan lantas kita berkecil hati tentang suatu bidang ilmu yang sudah kita tekuni sekarang ini,,,, setiap ilmu akan bermanfaat ketika ia (ilmu) itu di amalkan dan di ajarkan kepada diri sendiri dan orang lain,, Oleh karnanya Mari kita mengisi hari-hari kita dengan menambah dan mengamalkan pengetahuan (ilmu) yang baik dan bermanfaaat untuk diri kita dan orang di sekitar kita,,,,
Hidup tanpa iman terasa hampa dan amal tanpa ilmu juga akan kering dan gersang,,,,. Semoga bermanfaat,,. Wallahu a’lam
Sumber :
Kitab Tarikh Muhammad Abu Zuhrah Baghdad.
Kitab Adab al-insan fi al-islam.
el-Asam Peutik , Langsa 5 November 2010

Ihsan : Klimaks dari sebuah 'Amal

Ketika Cinta sudah berbicara,,,,!!.
Ada sebuah dialog yang menarik, yang dialog ini terdapat dalam kitab hadits Arba’in an-Nawawi,tepatnya pada hadits yang kedua,,, dialog ini terjadi pada saat Rasul SAW bersama para Sahabatnya sedang berada di sebuah tempat, tiba-tiba datang seseorang dengan pakaian putih bersih, wajahnya bersih dan berseri kepada Rasul SAW,, setelah terjadi dialog orang tersebut pun pergi,,,setelah orang tersebut pergi , Umar bin Khatab bertanya pada rasul SAW,,, Siapakah tamu yang berdialog dengan engkau tadi Ya Rasulallah,,, Lalu Rasul menjawab,,, itu tadi adalah malaikat jibril yang datang kepadaku untuk mengajarakan Agama kepada kalian,,,, Nah isi dialognya begitu di kutip oleh Bukhari yakni tentang Iman , islam dan ihsan,,,, tentang Ihsan yakni isinya adalah “Apa Itu ihsan??,, Rasul menjawab,,, Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya dan bilamana engkau tidak melihatnya maka yakinlah bahwa Allah SWT melihat engkau,,,.
Hal ini menunjukkan ishan merupakan puncak klimaks dari iman dan islam yang baik, sehingga timbul kenikmatan spiritual kalau kita menyembah Allah SWT. Sehingga tidak ada lagi beban dan rasa berat untuk menjalankan perintah Allah SWT.Kita terus bersuaha menyembah Allah sampai tingkat kualitas yang tertinggi itu,,,,dimana kita menemukan kenikmatan ketika Shalat, Puasa dan sebagainya, suasana bathin seperti ini tentu tidak bisa kita dapatkan begitu saja, tentu harus ada prosese riyadhah, (proses latihan),,.
Banyak teori yang di kembangkan oleh sufi,,bagaimana caranya menemukan kenikmatan spiritual ketika menyembah atau beribadah kepada Allah SWT, salah satunya adalah teori yang dikembangkan oleh Rabi’ah al-adawiyyah,,,, yakni tentang Cinta,,, kita baru bisa menemukan kenikmatan menyembah Allah kalau kita sudah cinta kepada Allah, dan ketika kita sudah cinta kepada Allah maka mengucapkan NamaNya merupakan sebuah kenikmatan,, berdialog denganNya merupakan sebuah hiburan dan bahkan pasrah kepadaNya menjadi sebuah pengobatan,, ia mengunggakapkan sebuah do’a,, yang kemudian do’anya ini menjadi bahan debat diantara para pemikir islam,,, isi do’anya adalah :
“Ya Tuhan seandaiya aku menyembahMu karena mengharapakan surgaMu maka haramkan surga itu untukku, sebab berarti aku menyembahmu bukan karena mengharapaknMu tapi mengharapakn maklukmu,,yaitu surga,,, aku menyembahm\Mu karena mengharapkan engkau bukan makhlukmu, Surga.
Seandainya aku menyembahmu Tuhan, karena saya takut masuk nerakamu,aku ini milikimu, dan neraka itupun milikmu,, aku tidak merasa memiliki diriku ini,, emgkaulah yang menentukan segalanya,, siapa yang dapat menghalangi diriku untuk di masuskkan ke nerakamu,,, karena egkaulah yang memiliki diriku mau dinerakakan atau tidak itu hakmu Karen engkaulah yang memiliki seagalanya,,,.
Saya menyembahmu Tuhan, karena saya rindu dan cinta denganMu”.
Ini adalah konsep cinta,, kita boleh tidak setuju dengan ungkapan-ungkapan do’anya, akan tetapi cinta bisa membangun kenikmatan beribadah,, kita senang kalau bertemu dengan yang kita cintai, kita merasa nikmat bisa berdialog dengan yang kita cintai, kita merasa nikmat kalau kita sudah bertemu dan melihat yang kita cintai,, begitulah konsep yang disodorkan oleh Rabi’ah, tentang cinta,, bagaimana kita bisa menyembah Allah tidak karena terpaksa, sehingga ibadah menjadi sebuah kenikmatan,, kalau ibadah sudah menjadi sebuah kenikmatan, maka ibadah tidak lagi menjadi beban justru ia menjadi refreshing (sebuah penyegaran) rohaniah bahkan sebagai syifa' (pengobatan spiritual).karena itulah timbul berbagai macam ungkapan slah satuya adalah " Siapa yang belum pernah merasakan, maka ia belum mengetahui",, Mudah-mudahan tulisan sigkat ini dapat bermanfaat.
Asam Peutik,Langsa 5 November 2010