Kamis, 15 April 2010

pendidikan,filsafat dan akhlak,,,,,

Dalam banyak hal, tuntutan profesionalisme amat mempengaruhi iklim pendidikan modern. Suatu sistem pendidikan dikatakan baik apabila mampu menyediakan kesempatan kondusif bagi kelahiran para profesional dalam bidang tertentu. Makin banyak spesialis yang dihasilkan makin berkualitas sistem itu. dan keberhasilan suatu sistem pendidikan ditentukan oleh output-nya yang profesional. Disatu pihak, tuntutan profesionalisme memberikan kontribusi besar bagikemajuan masyarakat. Dengan lahirnya para profesional dari rahim sistem pendidikan, masing-masing bidang kehidupan dipacu berkembang lebih baik. Dii pihak lain, tuntutan profesionalisme yang terlampau tinggi hanya akan menghasilkan ilmuwan yang tinggal dalam menara gading, ahli yang terkurung dalam alur tertentu dan tunaaksara dalam alur lain. Akibatnya, laju perubahan dalam masyarakat tidak diimbangi oleh visi yang holistik untuk memadukan, mengarahkan, dan memberi makna kepada kemajuan itu. Lantas, bagaimana cara menjodohkan "peluang dan tantangan" ini dalam suatu sistem pendidikan? Profesionalisme, pada prinsipnya, pembedahan ulang atas satu benih diskusi yang sudah ada selama manusia bertumbuh dalam kesadaran akan berbagai realitas di luar dirinya. Jadi, benih profesionalisme sebetulnya sudah ada sejak manusia dilahirkan sebagai pribadi unik, mempunyai bakat dan kemampuan berbeda dari orang lain. Sejak itu, seorang manusia disiapkan menjadi tenaga profesional yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Ia tidak bisa dimodifikasi menjadi profesional dalam segala bidang kehidupan manusia. Manusia telah ditakdirkan untuk menjadi ahli dalam bidang tertentu. Benih profesionalisme bertumbuh kian besar dan kokoh saat ilmu-ilmu mendeklarasikan kemandiriannya dari ikatan mater scientiarum. Ilmu-ilmu menjadi kian terspesialisasi dan menuntut dikuasai dengan kemampuan khusus. Dia membangun batas-batas dalam hal metode kerja dan tidak boleh dilanggar kedaulatannya apalagi dicampurbaurkan dengan metode dan cara kerja ilmu lain. Karena itu, seorang manusia jarang, bahkan tidak mungkin, menguasai mendalam semua ilmu yang ada. Ia hanya bisa menjadi ahli di bidang ilmu tertentu. Dalam dunia modern, benih profesionalisme amat kuat dan merasuki seluruh lapisan masyarakat. Setiap manusia sadar bahwa dirinya menjadi profesional hanya dalam bidang tertentu. Ia menyadari keterbatasannya. Demikianlah profesionalisme merupakan kesadaran diri manusia sebagaii makhluk terbatas dan menjadi sahabat manusia modern. Tuntutan profesionalisme juga mempengaruhi atmosfer pendidikan di dalamnya. Dunia pendidikan terdorong menghasilkan ahli-ahli yang profesional dalam bidang khusus. Suatu sistem pendidikan dikatakan baik dan bermutu apabila memberi peluang besar bagi pembentukan tenaga profesional. Sistem itu harus menghasilkan output yang bisa secara benar menyandang profesi tertentu dan menyiapkan peserta didik untuk karier tertentu. Secara diam-diam asumsi ini dianut masyarakat kita. Suatu asumsi yang mendesak dunia pendidikan untuk menerapkan sistem yang lebih terfokus, terutama dalam wilayah tingkat pendidikan tinggi.
Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget ( 1896 ) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umunya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Ilmu disebut juga pedagogik, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu ” Pedagogics ”. Pedagogics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ” pais ” yang artinya anak, dan ” again ” yang artinya membimbing. Poerbakwatja dan Harahap ( 1982 : 254 ) mengemukakan pedagogik mempunyai dua arti yaitu : (1) peraktek, cara sesorang mengajar; dan (2) ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, dan mengawasi pelajaran yang disebut juga pendidikan.

1.2. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui
1.Anggaran Pendidikan
2.Filsafat pendidikan
3.Akhlaq Pendidikan

1.2. Defenisi Pendidikan
Ada beberapa pendapat para ahli yang menyatakan tentang Pendidikan yaitu :
Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi) praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukuan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Langkah-langkah dan sasaran pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru menurut Rogers adalah meliputi : guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur, guru dan siswa membuat kontrak belajar, guru menggunakan metode inquiri atau belajar menemukan (discovery learning), guru menggunakan metode simulasi, guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain, guru bertindak sebagai fasilitator belajar dan sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreatifitas dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono, 1999:17).
Jadi dapat ditegaskan belajar menurut Carl R. Rogers adalah untuk membimbing anak kearah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk, dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung jawab sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di pelajari dengan memberi anak didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam konteks belajar.
Orang yang memberikan bimbingan kepada aak disebut pembimbing atau ” pedagog”, dalam perkembangannya, istilah pendidikan ( pedagogy ) berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan kepada anak oleh orang dewasa secara sadar dan bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan kemudian tumbuh konsep pendidikan seumur hidup ( lifelong education ), yang berarti pendidikan berlangsung sampai mati, yaitu pendidikan berlangsung seumur hidup dalam setiap saat selama ada pengaruh lingkungan. Untuk memberi pemahaman akan batasan pendidikan berikut ini dikemukakan sejumlah batasan pendidikan yang dikemukan para ahli yaitu :
(1) Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 ).
(2) Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan ( McLeod, 1989 ).
(3) Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ( Mudyahardjo, 2001:6 )
(4) Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan ( Muhibinsyah, 2003:10 )
(5) Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan ( seperti sekolah dan madrasah ) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya ( Dictionary of Psychology, 1972 ).
(6) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( UUSPN No. 20 Tahun 2003 ).
Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana soyogyanya pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dari praktek pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakekatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi subjek didik.

2.1. Anggaran Pendidikan
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuhsampai lima belas tahun.Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain,UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.
Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp 1.037.067.338.120.000,00. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945.
Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, Yang Bertentangan Dengan UUD 1945.
Sedangkan pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui beIanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Untuk yang melaui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran ,Sementara untuk yang melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.Terhadap anggaran pendidikan yang kian tahun kian membesar tidaklah dapat dijadikan rujukan satu-satunya untuk menilai bahwa pemerintah telah menunjukan komitmennya secara serius.Sebab di saat yang bersamaan, kenaikan juga terjadi pada sektor-sektor lainnya, bahkan ada yang jauh lebih besar dari sektor pendidikan itu sendiri. Sehingga posisi persentase anggaran pendidikan tidak bergeser naik jauh dari tahun-tahun sebelumnya.Selain tidak dipatuhinya dua kali putusan Mahkamah, lemahnya komitmen ditunjukan pula dengan terjadinya perubahan skenario anggaran secara sepihak terhadap kesepakatan yang pernah dibuat antara Pemerintah dengan komisi Komisi X DPR RI. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPD RI berdasarkan Keputusan No. 26/DPD/2006 agar pemerintah berupaya menggunakan sisa anggaran tahun lalu sebesar 57 triliun untuk anggaran pendidikan tidak juga direspon dengan cukup baik. Begitu pula dengan surat khusus yang disampaikan oleh Sekjen Education International (EI), Fred van Leuwen, kepada Presiden yang sengaja “menyentil” kebijakan pemerintah dengan membandingkan anggaran pendidikan negara tetangga yaitu Malaysia (20%) dan Thailand (27%), belum juga berbuah hasil. Indikasi lemahnya komitmen ini juga dirasakan oleh Mahkamah dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa Pemerintah dan DPR belum melakukan upaya yang optimal.

2.2. Filsafat Pendidikan
Suatu usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan tanpa menggunakan kearifan (wisdom) dan kekuatan filsafat ibarat sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk gagal. Persoalan pendidikan adalah persoalan filsafat. Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan adalah akhir dari filsafat, yaitu kearifan (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari pendidikan, yaitu pencarian (inquiry), yang akan mengantar seseorang pada kearifan.Filsafat pendidikan memang suatu disiplin yang bisa dibedakan tetapi tidak terpisah baik dari filsafat maupun juga pendidikan, ia beroleh asupan pemeliharaan dari filsafat. Ia mengambil persoalannya dari pendidikan, sedangkan metodenya dari filsafat. Berfilsafat tentang pendidikan menuntut suatu pemahaman yang tidak hanya tentang pendidikan dan persoalan-persoalannya, tetapi juga tentang filsafat itu sendiri. Filsafat pendidikan tidak lebih dan tidak kurang dari suatu disiplin unik sebagaimana halnya filsafat sains atau sains yang disebut mikrobiologi.Filsafat secara ringkas berkenaan dengan pertanyaan seputar analisis konsep dan dasar-dasar pengetahuan, kepercayaan, tindakan, dan kegiatan. Jadi dalam filsafat terkandung pengertian dua hal, yaitu :
(1) analisis konsep
2) pendalaman makna atau dasar dari pengetahuan dan sejenisnya.
Dengan menganalisis suatu konsep, hakikat makna suatu kata dieksplorasi baik secara tekstual dengan padanannya maupun juga secara kontekstual dalam penggunaannya. Sehingga akan terkuak dimensi-dimensi moral yang khas dalam pemakaiannya, yang membedakannya dari kata yang lainnya. Jadi, memasukkan makna suatu kata sebagai konsep yang khas dalam kesadaran sehingga memiliki asumís-asumsi moral guna membantunya lebih cermat dalam fungsionalisasinya.Analisis konseptual akan mengantar kita pada setidaknya 2 hal penting: (1) memungkinkan kita melihat secara lebih jernih bagaimana suatu konsep terkait tidak saja dengan konsep-konsep lainnya tetapi juga dengan bentuk-bentuk kehidupan sosial yang berada pada jaringan asumsi-asumsi yang saling bertautan seperti tanggung jawab manusia, hak-hak yang terkait dengan kewenangan, dan peran penderitaan dalam kehidupan kita. Hal tersebut akan mengantar kita pada pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan sosial kita. (2) dengan memahami struktur konseptual tertentu, akan memungkinkan kita untuk bisa mencermati asumsi-asumsi moral terkait isu yang ada. Diskusi tentang ini akan mengantar kita lebih jauh pada filsafat moral.
2.3. Akhlak Pendidikan
Akhlak adalah kelakuan, yang mana akhlak di sini adalah berupa kelakuan manusia yang sangat beragam, keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruknya suatu perbuatan manusia itu sendiri.Akhlak merupakan suatu perbuatan yang bertujuan jelas yaitu : untuk memperbaiki pribadi muslim sehingga bisa melaksanakan Islam dengan sebaik-baiknya, adapun perbaikan yang dimaksud di sini adalah : segala sesuatu yang sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Al Qur’an dari Hadits Nabi SAW.
Merujuk pada sebuah ayat Al Qur’an surah Al Ahzab yang artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu ……
Yang mana salah satu sumber suri teladan adalah perilaku Rasul SAW yang mana Rasulullah SAW dengan kehadirannya di muka bumi ini sebagai sesorang yang diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Akhlak merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan mempunyai tugas yang jelas dan dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah : Jalan menuju kebahagiaan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.
Keluarga Muhammad SAW telah menanamkan ajaran-ajaran yang membimbing kita menuju kebahagiaan yang diimpikan semua orang. Bahkan lebih dari itu, kita dapat mengambil faedah dari Akhlak yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan keluarganya untuk berhias diri dengan ajaran Rasul SAW, serta membentuk keperibadian kita pada sosoknya yang paling baik, paling cemerlang dan suci.
Al-Mufadhdhal bin Umar meriwayatkan dari Al-Shadiq yang mengatakan : “Hendaklah kamu sekalian memiliki akhlak mulia, karena sesungguhnya Allah SWT mencintainya, dan hendaklah kalian menjauhkan diri dari perangai buruk karena Allah SWT membencinya.”
2.3.1. Akhlak Islami
1. Di antara Akhlak Rasulullah SAW.
Akhlak Rasulullah SAW adalah : Al Qur’an. Beliau membenci apa yang dibenci Al Qur’an dan merasa senang apa yang disenanginya. Tidak dendam dan marah kepada seseorang kecuali jika melakukan hal-hal yang diharamkan Allah SWT, sehingga kemurahannya karena Allah SWT.
Rasulullah SAW merupakan orang yang paling jujur ucapannya, paling memenuhi tanggung jawabnya, paling lembut perangainya, paling mulia pergaulannya, lebih pemalu dari perwan pingitan, rendah hati dan selalu berpikir, tidak keji dan tidak pengutuk, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan tapi membalasnya dengan memberi maaf dan jabat tangan, barangsiapa meminta suatu kebutuhan maka tidak pernah ditolaknya dengan hati kasar dan sikap keras,tidak pernah memotong pembicaraan orang lain kecuali jika bertentangan dengan kebenaran sehingga memotong pembicaraannya dengan larangan atau berdiri, tidak menganggap bohong kepada sesorang, tidak dengki kepadanya dan tidak memintanya untuk bersumpah.
Rasulullah SAW menjaga tetangganya dan menghormati tamunya, waktunya tidak pernah berlalu tanpa beramal untuk Allah SWT atau mengerjakan sesuatu yang harus dikerjkan. Cinta kepada optimisme dan benci kepada pesimistisme, jika ada dua pilihan maka beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya selama tidak merupakan dosa. Senang menolong orang yang membutuhkan dan membantu orang yang teraniaya.
Rasulullah SAW juga senang kepada sahabat-sahabatnya, bermusyawarah dengan mereka, dan memeriksa mereka, barangsiapa sakit dikunjunginya, barangsiapa tidak hadir diundangnya, barangsiapa meninggal dunia dido’akannya serta menerima alasan orang yang uzur kepadanya. Baginya orang yang kuat dan orang yang lemah mempunyai hak yang sama. Beliau juga berbicara, jika orang menghitung pembicaraannya tentu akan dapat menghitungnya karena kefasihah dan pelannya. Di samping itu beliau juga bergurau dan tidak mengucapkan sesuatu kecuali kebenaran.
2. Sopan Santun dan Kerendahan Hati Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling sayang dan hormat kepada para sahabatnya, memberi tempat lapang kepada mereka jika kesempitan, memulai salam kepada orang yang dijumpai, dan jika berjabat tangan dengan sesorang tidak pernah melepaskan sebelumorang tersebut melepaskan tangannya.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling rendah hati, jika berada bersama pada suatu kaum dalam mejelis selalu duduk bersama mereka dan tidak berdiri sebelum majelis selesai. Setiap yang duduk bersama beliau diberi haknya masing-masing sehingga tidak seorangpun yang merasa bahwa orang lain lebih mulia daripada dirinya di hadapan Rasulullah SAW. Jika sesorang duduk didekatnya, beliau tidak berdiri sebelum orang tersebut berdiri kecuali jika ada urusan yang mendadak, maka beliau meminta izin kepadanya.
Rasulullah SAW benci kepada orang yang berdiri menghormatinya. Dari Anas bin Malik ra berkata : “ Tak seorangpun yang mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada Rasulullah SAW, tapi jika mereka melihat Rasulullah SAW, mereka tidak berdiri untuk menghormati beliau karena beliau benci hal yang demikian” ( HR Ahmad dan At Tirmidzi ).
Beliau menyenangi hal-hal yang baik dan tidak suka kepada hal-hal yang tidak baik seperti bawang putih dan bawang merah atau yang serupa dengannya, beliau haji sambil mengatakan :
“Ya Allah SWT, ini adalah benar-benar haji yang tidak ada riya dan tidak mencari popularitas di dalamnya “ ( HR Maqdisi ).
2.3.2. Teladan Nabi
Yang Maha Agung berfirman dalam Al-Qur’an “ Sesungguhnya telah ada pda (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah SWT” (QS. Al-Ahzab : 21)
Salah satu sumber “suri teladan” adalah perilaku Rasulullah Swt satu dari sekian banyak rahmat Allah Swt dan bagian dari kebanggaan kita sebagai umat Islam, dibandingkan dengan pengikut agama lain, terletak pada fakta bahwa sebagian besar perkataan otentik Rasulullah (sesuatu yang tidak kita ragukan lagi diucapkan langsung oleh Rasulullah) sekarang masih berlaku bagi kita.
Bukan hanya perkataan-perkataan beliau saja yang mengandung makna yang tersembunyi, bahkan perilaku Rasulullah Saw sendiri merupakan subjek untuk penafsiran yang sudah seharusnya direnungkan secara mendalam. Dalam Al-Qur’an dikatakan : “Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah Saw itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah Swt dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut nama Allah Swt ( QS. Al-Ahzab : 21)
Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-Qur’an di atas, perilaku Rasulullah Swt adalah suri teladan bagi pengikutnya. Keberadaan beliau bagaikan sebuah sumber atau titik pusat semua tindakan dan hukum. Riwayat kehidupan Rasulullah Swt bukan untuk kepentingan cerita semata, tetapi lebih penting lagi adalah penafsiran dan penerapan perilaku yang beliau contohkan untuk kita.

3.1. Kesimpulan
Dari hasil makalah dapat disimpulkan bahwa Ada beberapa pendapat para ahli yang menyatakan tentang Pendidikan yaitu :
Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi) praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukuan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
(1) Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 ).
(2) Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan ( McLeod, 1989 ).
(3) Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ( Mudyahardjo, 2001:6 )
(4) Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan ( Muhibinsyah, 2003:10 )
(5) Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan ( seperti sekolah dan madrasah ) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya ( Dictionary of Psychology, 1972 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar