Hehe,,
kemarin sore tak sengaja telinga ini mendengarkan sebuah pengajian rutin yang
di laksanakan di sebuah balai,, yaa,,,itung-itung ngisi waktu sore, jadi ikut
nimbrung ja skalian ^^.
Sang
Guru dengan penuh semangat menjelaskan dan meyakinkan para pendengar yang
mendengarkan wejangannya, (pengajiannya). Panjang lebar beliau menjelasakan dan
menceritakan tentag masalah-masalah mu’amalah, salah satu dari sekian banyak
cerita yang beliau ceritakan, ada satu cerita menarik yang ingin kami bagikan
kepada para pembaca yakni tentang “orang yang berakal dan tidak berakal..” beliau menjelaskan bahwa ketika kita berbicara
tentang akal. Pasti langsung terbesit dan terbayang dalam benak kita tentang
orang yang mempunyai akal sehat alias tidak gila, dan kita juga pastinya telah
mempunyai ukuran tersendiri untuk mengukur
apakah seseorang itu punya akal yang bagus ataupun tidak? Gila atau tidak? Dan
seterusnya.
Selama
ini yang menjadi ukuran kita untuk mengukur seseorang itu berakal atau tidak
adalah dari segi fisik dan mentalnya saja.
Selama
ini, kita mengukur akal seseorang itu dari ucapannya, kalau kita jumpa dengan
orang yang tutur katanya bagus,, ucapannya mempunyai intonasi yg baik, ada nada
naik turunnya sehingga indah ketika di dengar,, ucapan dan bicaranya puitis,
lalu kita mengatakan.”Ooo pintar x dia, hebat betul dia.
Selama
ini, kita mengukur akal seseorang itu dari prestasinya, kalau dia pemenang
lomba dari sini dan dari sana hehe lalu mendapatkan sertifikat penghargaan
tentang sebuah prestasi, mendapatkan nobel tentang suatu hal.. lalu kita
mengatakan wuuaaaah hebat betul akal si polan itu.
Selama
ini, kita mengukur akal seseorang itu dari titelnya,, ketika ia mendapatkan beasiswa
S1 dari sini, S2 dari sana,S3 dari ini, mendapatkan gelar Guru Besar di bidang
tertentu,, lalu kita mengatakan heummm hebat betul orang itu, sungguh luar
biasa akalnya.
Apakah
betul demikian itu, mengukur standar akal dan tidak berakal yg slama ini kita
lakukan.? Lalu bagaimana juga kita mengukur standar berakal atau tidak
berakalnya seseorang itu?
Nabi kita Muhammad SAW telah memberikan jawaban yg sangat jelas
mengenai hal ini, sebagaimana dalam salah satu sabdanya yakni “Dari Syaddad bin Aus.
Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:“Orang yang berakal adalah orang yang
dapat mengalahkan hawa nafsunya,dan beramal untuk setelah kematian.Orang yang
lemah adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya,dan berangan-angan kepada
Allah”.(Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).
Hehe…
ketika mendengarkan hadis itu di ungkapkan oleh Sang Guru, hati ku langsung
bertanya pada otak,, “hei,,, kau masuk katagori yang mana? Yang pertama kah,
atau yang kedua? Ahahaha…. Hanya senyuman yang keluar dari wajah ku.
Yaa..
begitulah kita manusia ini,, kadang menang dan kadang juga kalah, tapi yang
sering terjadi pada diri kita adalah jarang menang dan sering kalah.. hahah
menangnya dikit tapi kalahnya hamper stiap hari.
Soooo….
Sekarang kita dah punya ukuran sendiri dan punya standar minimal nuntuk
mengukur berakal atau tidak berakalnya kita, yaa, minimal untuk mengukur diri
sendiri aja laa, apakah diri ini termasuk orang yang berakal atau tidak? Kalau
kita sering mengikuti dorongan dan bisikkan hawa & nafsu berarti kita masuk
katagori orang yang g berakal walaupun sebenarnya kita punya akal dan g gila… hahaha…. Hidup itu pilihan mas broo…. Di akhir pengajian sang guru
mengungkapkan kalimat dan ungkapan yang ringan tapi dalem maknanya “Pilihla
bibit yang bagus lalu tanam dan rawat ia supaya dapat menghasilkan sesuatu yang
dapat di nikmati kemudian hari”..^^
Nurul Haramain,
Aspek,
28 Oktober 2012