Nafas kehidupan
Azan berkumandang dipagi hari,
sahut sahutan ayam mulai meramaikan pagi, kicauan burung menjadi teman yang
membangunkan mentari dengan semangat mulai meninggi menyinari bumi dan alam
semesta ini.
Perlahan anak cucu adam mulai
bangun dari pembaringan, terjaga dari tidur panjang semaleman hehehe,,,, ada
juga yang terjaga mendengar suara azan, namun ia hanya terjaga untuk menarik
selimut menutupi badan. Dengan alasan kedinginan akhirnya lelap dalam lamunan.
Anak cucu adam tersebar di
seluruh alam, sampai ditempat yang dingin sekalipun banyak orang bediam diri
disana, dikutub utara lebih dari 2 juta manusia mendiami tempat yang paling
dingin setelah kutub selatan.
Setiap orang melahirkan gerakan,
banyak orang maka akan semakin banyak melahirkan gerakan, gerakan yang
menimbulkan tingkah laku dalam kehidupan. Kehidupan, untuk siapa?
Yang jelas, kehidupan yang baik
dan benar serta bermanfaat adalah kehidupan yang kita inginkan sebab kehidupan
tersebut membawa manfaat bagi sesama, bukan untuk diri sendiri atau kelompok.
Namun secara sengaja maupun tidak, kepentingan-kepentingan yang seharusnya
bermanfaat untuk orang banyak hanya dapat dirasakan manisnya oleh sekelompok
orang saja.
Banyak contohnya, tidak perlu disebutkan
di sini, kita membuka pintu dan keluar rumah langsung terlihat, banyak
kepentingan-kepantingan yang mengatas namakan kemakmuran, kesejahteraan,
keamanan, kedamaian, ketentaraman dan entah ke ke (red...) apa lagi yang
lainnya, yang larut dalam sistem dan akhirnya melebur ke dalam sistem yang
melupakan aturan-aturan dan ketentuan dalam syari’at.
Sama halnya seperti nafas
kehidupan ini, saat kita bernapas, ritme dan irama nafas yang stabil menandakan
kesetabilan dan ketenangan yang benafas. Detak jantung yang begerak cepat
karena ada gerakan yang membuat jantung memompa lebih cepat juga membuat nafas
menjadi tak beraturan. Hilang kesetabilan, hilang ketenangan dan konsentrasi
juga tak nyaman.
Ingatlah... nafas kehidupan kita
tak hanya berhenti di alam ini. Nafas kita masih akan berlanjut di alam
selanjutnya yang sudah menanti dan pasti. Bukan lagi bernafas untuk mengabdi
tapi kita bernafas untuk menikmati. Menikmati nafas yang kita gunakan selama
mengabdi. Mengabdi pada Ilahi Rabbi membuat nafas menjadi tenang dan stabil.
Bernafaslah dalam kehidupan untuk yang Maha Hidup maka nafas yang di gunakan
untuk mengabdi pada yang Maha hidup ia akan tetap hidup walau nafas sudah tak
lagi ada dalam kehidupan karena batas telah menentukan nafas untuk berhenti dan
menlanjutkan perjalanan untuk menikmati nafas di alam selanjutnya dan di
kehidupan berikutnya.
Asam Peutik, 28 April 2014