Minggu, 27 April 2014

Nafas Kehidupan



Nafas kehidupan
Azan berkumandang dipagi hari, sahut sahutan ayam mulai meramaikan pagi, kicauan burung menjadi teman yang membangunkan mentari dengan semangat mulai meninggi menyinari bumi dan alam semesta ini.
Perlahan anak cucu adam mulai bangun dari pembaringan, terjaga dari tidur panjang semaleman hehehe,,,, ada juga yang terjaga mendengar suara azan, namun ia hanya terjaga untuk menarik selimut menutupi badan. Dengan alasan kedinginan akhirnya lelap dalam lamunan.
Anak cucu adam tersebar di seluruh alam, sampai ditempat yang dingin sekalipun banyak orang bediam diri disana, dikutub utara lebih dari 2 juta manusia mendiami tempat yang paling dingin setelah kutub selatan.
Setiap orang melahirkan gerakan, banyak orang maka akan semakin banyak melahirkan gerakan, gerakan yang menimbulkan tingkah laku dalam kehidupan. Kehidupan, untuk siapa?
Yang jelas, kehidupan yang baik dan benar serta bermanfaat adalah kehidupan yang kita inginkan sebab kehidupan tersebut membawa manfaat bagi sesama, bukan untuk diri sendiri atau kelompok. Namun secara sengaja maupun tidak, kepentingan-kepentingan yang seharusnya bermanfaat untuk orang banyak hanya dapat dirasakan manisnya oleh sekelompok orang saja.
Banyak contohnya, tidak perlu disebutkan di sini, kita membuka pintu dan keluar rumah langsung terlihat, banyak kepentingan-kepantingan yang mengatas namakan kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, kedamaian, ketentaraman dan entah ke ke (red...) apa lagi yang lainnya, yang larut dalam sistem dan akhirnya melebur ke dalam sistem yang melupakan aturan-aturan dan ketentuan dalam syari’at.
Sama halnya seperti nafas kehidupan ini, saat kita bernapas, ritme dan irama nafas yang stabil menandakan kesetabilan dan ketenangan yang benafas. Detak jantung yang begerak cepat karena ada gerakan yang membuat jantung memompa lebih cepat juga membuat nafas menjadi tak beraturan. Hilang kesetabilan, hilang ketenangan dan konsentrasi juga tak nyaman.
Ingatlah... nafas kehidupan kita tak hanya berhenti di alam ini. Nafas kita masih akan berlanjut di alam selanjutnya yang sudah menanti dan pasti. Bukan lagi bernafas untuk mengabdi tapi kita bernafas untuk menikmati. Menikmati nafas yang kita gunakan selama mengabdi. Mengabdi pada Ilahi Rabbi membuat nafas menjadi tenang dan stabil. Bernafaslah dalam kehidupan untuk yang Maha Hidup maka nafas yang di gunakan untuk mengabdi pada yang Maha hidup ia akan tetap hidup walau nafas sudah tak lagi ada dalam kehidupan karena batas telah menentukan nafas untuk berhenti dan menlanjutkan perjalanan untuk menikmati nafas di alam selanjutnya dan di kehidupan berikutnya.

Asam Peutik, 28 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar