Minggu, 28 Oktober 2012

Otak Udang Part II







Hehe,, kemarin sore tak sengaja telinga ini mendengarkan sebuah pengajian rutin yang di laksanakan di sebuah balai,, yaa,,,itung-itung ngisi waktu sore, jadi ikut nimbrung ja skalian ^^.


Sang Guru dengan penuh semangat menjelaskan dan meyakinkan para pendengar yang mendengarkan wejangannya, (pengajiannya). Panjang lebar beliau menjelasakan dan menceritakan tentag masalah-masalah mu’amalah, salah satu dari sekian banyak cerita yang beliau ceritakan, ada satu cerita menarik yang ingin kami bagikan kepada para pembaca yakni tentang “orang yang berakal dan tidak berakal..”  beliau menjelaskan bahwa ketika kita berbicara tentang akal. Pasti langsung terbesit dan terbayang dalam benak kita tentang orang yang mempunyai akal sehat alias tidak gila, dan kita juga pastinya telah mempunyai ukuran tersendiri  untuk mengukur apakah seseorang itu punya akal yang bagus ataupun tidak? Gila atau tidak? Dan seterusnya.

Selama ini yang menjadi ukuran kita untuk mengukur seseorang itu berakal atau tidak adalah dari segi fisik dan mentalnya saja.

Selama ini, kita mengukur akal seseorang itu dari ucapannya, kalau kita jumpa dengan orang yang tutur katanya bagus,, ucapannya mempunyai intonasi yg baik, ada nada naik turunnya sehingga indah ketika di dengar,, ucapan dan bicaranya puitis, lalu kita mengatakan.”Ooo pintar x dia, hebat betul dia. 

Selama ini, kita mengukur akal seseorang itu dari prestasinya, kalau dia pemenang lomba dari sini dan dari sana hehe lalu mendapatkan sertifikat penghargaan tentang sebuah prestasi, mendapatkan nobel tentang suatu hal.. lalu kita mengatakan wuuaaaah hebat betul akal si polan itu.

Selama ini, kita mengukur akal seseorang itu dari titelnya,, ketika ia mendapatkan beasiswa S1 dari sini, S2 dari sana,S3 dari ini, mendapatkan gelar Guru Besar di bidang tertentu,, lalu kita mengatakan heummm hebat betul orang itu, sungguh luar biasa akalnya.

Apakah betul demikian itu, mengukur standar akal dan tidak berakal yg slama ini kita lakukan.? Lalu bagaimana juga kita mengukur standar berakal atau tidak berakalnya seseorang itu?

Nabi kita Muhammad SAW telah memberikan jawaban yg sangat jelas mengenai hal ini, sebagaimana dalam salah satu sabdanya yakni Dari Syaddad bin Aus. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:“Orang yang berakal adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya,dan beramal untuk setelah kematian.Orang yang lemah adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya,dan berangan-angan kepada Allah”.(Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Hehe… ketika mendengarkan hadis itu di ungkapkan oleh Sang Guru, hati ku langsung bertanya pada otak,, “hei,,, kau masuk katagori yang mana? Yang pertama kah, atau yang kedua? Ahahaha…. Hanya senyuman yang keluar dari wajah ku.

Yaa.. begitulah kita manusia ini,, kadang menang dan kadang juga kalah, tapi yang sering terjadi pada diri kita adalah jarang menang dan sering kalah.. hahah menangnya dikit tapi kalahnya hamper stiap hari.

Soooo…. Sekarang kita dah punya ukuran sendiri dan punya standar minimal nuntuk mengukur berakal atau tidak berakalnya kita, yaa, minimal untuk mengukur diri sendiri aja laa, apakah diri ini termasuk orang yang berakal atau tidak? Kalau kita sering mengikuti dorongan dan bisikkan hawa & nafsu berarti kita masuk katagori orang yang g berakal walaupun sebenarnya kita punya akal dan g gila…  hahaha…. Hidup itu pilihan mas broo…. Di akhir pengajian sang guru mengungkapkan kalimat dan ungkapan yang ringan tapi dalem maknanya “Pilihla bibit yang bagus lalu tanam dan rawat ia supaya dapat menghasilkan sesuatu yang dapat di nikmati kemudian hari”..^^

Nurul Haramain,
Aspek, 28 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar