Minggu, 10 Januari 2016

MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF

BAB I
PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan tingkatan (maqam) oleh para sufi ialah tingkatan seorang hamba di hadapan-Nya. Dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riwadhah) jiwa yang dilakukannya.
Di sampan istilah maqam, terdapat pula istilah hal. Istilah hal yang dimaksud di sini adalah keadaan atau kondisi psikologis ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu. Menurut Al-Thusi, keadaan (hal) tidak termasuk usaha latihan-latihan rohaniyah (jalan). Di antara contoh hal (keadaan) adalah keputusan diri (muraqabah), kehampiran atau kedekatan (qarb), cinta (hubb), takut (khauf), harap (raja), rindu (syauq), intim (uns), tentram (thuma nibah), penyaksian (musyahadah), dan yakin. Sementara hal dapat diperoleh tanpa sengaja. Mengapa hal ini, konon Al- Qusyari, dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Qusyairiyah, berkata, Hal adalah maknayang datang pada kalbu dengan cara disengaja. Hal diperoleh tanpa daya dan upaya, baik dengan menari, bersedih hati, bersenang-senang, rasa terceka, rasa rindu, rasa gelisah, atau rasa harap.
Namun, perlu dicatat, maqam dan hal tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi dalam satu mata uang. Keterkaitan antar keduanya dapat dilihat dalam kenyataan bahwa menjadi prasyarat menuju Tuhan : dan dalam maqam akan ditemukan kehadiran hal. Hal yang telah ditemukan dalam maqam akan mengantarkan seorang untuk mendaki maqam-maqam selanjutnya.
Sekedar contoh, seorang yang tegah berada dalam maqam tobat akan menemukan hal (perasaan) betapa indahnya bertobat dan betapa nikmatnya menyadari dosa-dosa di hadapan Tuhan. Perasaan ini akan menjadi benteng kuat tidak mengerjakan kembali dosa yang pernah dilakukan.

BAB II
PEMBAHASAN

Kerangka Berpikir Irfani Dasar-dasar Falsafi Ahwal dan Maqamah
A. MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF
1. Taubat
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhatian awal di jalan menuju Allah. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Sedangkan pada tingkat menegah, di samping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, tobat penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah
2. Zuhud
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjalankan dunia ini agar terhindar dari hukum di akhirat. Kedua dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi), menguncilkan dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah belaka. Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa.
3. Faqr (fakir)
Faqr dapat berarti sebagai kekurangan harta dalam menjalani kehidupan di dunia. Sikap faqr penting dimiliki oleh orang yang berjalan menuju Allah, karena kekayaan atau kebanyakan harta kurangnya membuat jiwa tertambat pada selain Allah.
4. Sabar
Sabar menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ashshabran-nafs), sedangkan menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran jiwa sangat dibituhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.
5. Syukur
Syukur diperlukan karena semua yanh kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia Allah. Allah-lah yang telah memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran penglihatan, kesehatan, keamanan maupun nikmat-nikmat lainya yang tidak terhitung jumlahnya.
6. Rela (Rida)
Rida berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran, dan kemaha sempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut. Hanyalah para ahli ma’rifat dan mahabbah yang mampu bersikap seperti ini. Mereka bahkan merasakan musibah dan ujian sebagai suatu nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang dicintainya
Menurut Abdul Halim Mahmud, rida mendorong manusia untuk berusaha sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Namun, sebelum mencapanya, ia harus menerima dan merelakan akibatnya. Dengan cara apa pun yang disukai Allah.
7. Tawakal

B. HAL-HAL YANG DIJUMPAI DALAM PERJALANAN SUFI

Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam hal ini, Al-Ghazali mengaitkan tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid berfungsi sebagai landasan tawakal.

1) Waspada dan Mawas Diri ( Mushabah dan Muraqabah)
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Oleh karena itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada dan mawas diri merupakan dua sisi dari tugas yang sama dalam menundukkan perasaan jasmani yang berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah.
2) Cinta (hubb)
Dalam pandangan tasawuf, muhabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, sama seperti tobat yang merupakan dasarnya adalah anugrah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai anugrah-anugrah (mawahib). Muhabbah adalah kecendrungan hati untuk memperhatiakn keindahan atau kecantikan.
3) Berharapa dan Takut (Raja’dan Khauf)
Menurut kalangan kaum sufi, raja’dan khauf’ berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Raja’ dapat berarti berharap atau optisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja’ atau optimisme ini telah ditegaskan dalam Al-Qur’an.

Khauf adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri di masa yang akan datang. Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan mendorong untuk senantiasa berada dalam ketaatan.
4) Rindu (Syauq)
Selama masih ada cinta, syaraq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa seorang sufi, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu untuk segera bertemu dengan Tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar dan lupa kepada Allah lebih berbahaya daripada maut.
5) Intim (Uns)
Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns (intim) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi. Ungkapan berikut ini melukiskan sifat uns :
“Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang diamabuk cinta, seperti halnya sepasang pemuda dan pemudi. Ada pula orang yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan tugas pekerjaanya semata-mata. Adapun engkau, selalu merasa berteman di manapun berada. Alangkah mulianya engkau berteman dengan Allah, artinya engkau selalu berada dalam pemeliharaan Allah.”
C. METODE IRFANI
Potensi untuk memperoleh ma’rifat telah ada pada manusia. Persoalannya adalah apakah ia telah memenuhi prasarana atau prasyaratnya ? salah satu prasyaratnya, antara lain adalah kesucian jiwa dan hati. Apakah jiwa dan hatinya telah suci ataukah masih dilumuri dosa? Jika totalitas jiwanya telah suci dan hatinya telah dipenuhi dengan zikir kepada Tuhan, hidupnya akan dipenuhi oleh kearifan dan bimbimngan-Nya. Untuk memperoleh kearifan atau ma’rifah, hati (qalb) mempunyai fungsi esensial, sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Arabi dalam Fushus Al-Hikam-nya.

“Qalb dalam pandangan kaum sufi adalah tempat kedatangan kasy dan ilham. Ia pun berfungsi sebagai alat untuk ma’rifat dan menjadi cermin yang memantulkan (tajali) makna-makna kegaiban.
Dalam dunia tasawuf, qalb merupakan pengetahuan tentang hakikat termasuk di dalamnya adalah hakikat ma’rifat. Qalb yang dapat memperoleh ma’rifat adalah qalb yang telah suci dari berbagai noda atau ahklak buruk yang sering dilakukan manusia. Karena qalb merupakan sebagian jiwa, kesucian jiwa sangat mempengaruhi kecermerlangan qalb dalam menerima ilmu.

1.Riyadah
Riyadah yang sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik, adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya.

Riyadhah perlu dilakukan untuk memperoleh ilmu ma’rifat yang dapat diperoleh melalui upaya melakukan perbuatan kesalahan atau kebaikan yang terus-menerus. Dalam hal ini, riyadhah berguna untuk menempa jasmani dan akan budi orang yang melakukan latihan-latihan itu sehingga mampu menangkap dan menerima komunikasi dari alam gaib (malakut) yang transendental. Hal terpenting dalam riyadhah adalah melatih jiwa melepaskan ketergantungan terhadap kelezatan duniawi yang fatamorgana, lalu menghubungkan diri dengan realitas rohani dan Ilahi. Dengan demikian, riyadhah akan mengantarkan seseorang selalu berada di bawah bayangan yang Kudus.

2.Takafur
Takafur penting dilakukan bagi mereka yang menginginkan ma’rifat sebab, takala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan (bertakafur) dan menganalisisnya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya, menurut Al-Ghazali, orang yang berpikir dengan benar akan menjadi dzawi Al-albab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat Ilham.
“ Nafs kuli (jiwa universal) lebih besar dan lebih kuat hasilnya dan lebih besar kemampuan perolehanya dalam proses pembelajaran”
3.Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat An-nafs adalah proses penyesuaian jiwa manusia proses penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli Tazkiyat An-nafs merupakan ini kegiatan bertasawuf.Sahl bin Abdullah Ash-Shufi berpendapat bahwa siapa yang pikiranya jernih, ia berada dalam keadaan kontemplatif . kalangan sufi adalah orang-orang yang senantiasa menyucikan hati dan jiwa. Perwujudanya adalah rasa membutuhkan terhadap Tuhannya.
Upaya melakukan penyempurnaan jiwa perlu dilakukan oleh setiap orang yang menginginkan ilmu ma’rifat. Hal ini perlu dilakukan karena ilmu ma rifat tidak dapat diterima oleh manusia yang jiwanya kotor. Ada lima hal yang menjadi penghalang bagi jiwa di dalam menangkap hakikat.
4.Dzikrullah
Secara etimologi, zikir adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasmi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.
Pentingnya zikir untuk mendapatkan Ilmu ma’rifat didasarkan atas argumentasi tentang peranan zikir itu sendiri bagi hati. Al-Ghazali, dalam ihnya’, menjelaskan bahwa hati manusia tak ubahnya seperti kolam yang didalamnya mengalir bermacam-macam air. Pengaruh-pemngaruh yang datang kedalam hati adakalanya berasal dari luar, yaitu pancaindera, dan adakalanya dari dalam, yaitu khayal, syahwat amarah, dan akhlak atau tabi’at manusia.
Dalam Al-Munqidz, Al-Ghazali menjelaskan bahwa zikir kepada Allah merupakan hiasan bagi kaum sufi. Syarat utama bagi orang yang menempuh ialah Allah adalah membersihkan hati secara menyeluruh dari selain Allah, sedangkan kuncinya adalah menengelamkan hati secara keseluruhan dengan zikir kepada Allah. Menjelaskan bahwa hati yang terang merupakan hasil zikir kepada Allah. Takwa merupakan pintu gerbang zikir, sedangkan zikir merupakan pintu gerbang kasyaf (terbukanya Hijab), dan Kasyaf merupakan pintu gerbang kemenangan yang besar.

KESIMPULAN

Perjalan menuju Allah merupakan metode pengenalan (ma’rifat) secara rasa rohaniyah yang benar terhadap Allah. Para sufi ialah tingkatan seorang hamba di hadapanya, dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riyadhah) jiwa yang dilakukannya upaya melakukan menyempurnaan jiwa perlu dilakukan oleh setiap orang mengingatkan Ilmu marifat.
Takwa merupakan pintu gerbang zikir sedangkan zikir merupakan pintu gerbang kasyraf terbuka hijab

DAFTAR PUSTAKA
- Awar Rosihin. Solihin Mukhtar, Kerangka berfikir irfani dasar-dasar filsafat awal dan maqamah, Bandung : Pustaka Setiap, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar