Rabu, 14 April 2010

Karakteristik Kemiskinan!!

A. Permasalahan Pokok
Kemiskinan secara umum masih menghadapi masalah yang mendasar yang menyangkut jutaan penduduk Indonesia. Berkaitan dengan masalah kemiskinan ini, sekurang-kurangnya ada dua pokok yang serlalu diperdebatkan yaitu ;
1. Konsep kemiskinan
2. metodelogi pengenalan/identifikasi golongan miskin dan derah miskin.
Kemiskinan adalah masalah yang kronis, kompelks dan multidimensional. Dalam menanggulangi kemiskinan permasalahn yang dihadapi bukan hanya terbatas pada hal-hal yang menyangkut pemahaman sebab akibat timbulnya kemiskinan, melainkan juga melibatkan preferensi nilai, dan politik. Kemiskinan dapat pula dinyatakan sebagai besarnya pengeluaran rupiah yang mampu memenuhi kecukupan konsumsi sebanyak 2,100 kalori perkapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya seperti kebutuhan untuk perumahan, bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
Kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan factor ekonomi, tetapi juga social, budaya, dan politik. Sehingga kemiskinan tidak semata berurusan dengan kesejahteraan social ( social well-being ). Pandangan tentang kemiskinan sebagai suatu fenomena atau gejala dari suatu masyarakat, melahirkan konsep kemiskinan absolute. Sejalan dengan konsep absolute ini, maka bank dunia mengidentifikasikan kemiskinan sebagai ketidak mampuan suatu individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.Walaupun secara sepintas ada perbedaan paham tentang defenisi kemiskinan, tetapi kalau dilihat dari hubungan sebab akibatdari kemiskinan itu, maka kesimpulannya, kedua konsep kemiskinan itu tidak dapat dipisahkan.Jika dalam suatu masyarakat terjadi ketidakadilan dalam pembagian kekayaan,maka sebagai anggota masyarakat yang posisinya lemah ,akan menerima bagian kekayaan terkecil.Karena itu,golongan ini akan mempunyai posisi yang lemah dalam penentuan pembagian kekayaan didalam masyarakat tersebut.
Pada saat ini, konsep penghitungan kemiskinanyang di pergunakan tidak hanya menghitung kemiskinan absolute saja, melain kan juga mrmperhitung kan kemiskinan relative. Indeks kemiskinan yang di kembang kan dewasa ini merupakan indeks gabungan yang memperhatikan komponen-komponen sebagai berikut:
1. proporsi penduduk miskin,
2. kesenjangan dalam populasi,dan
3. indeks ketidak merataan distribusi pendapatan.
Upaya mendeteksi jumlah penduduk miskin dapat di lakukan dengan beberapa metode. Dalam “metode identifikasi golongan dan daerah miskin” disebut kan, bahwa dalam menelaah metide-metode “mendeteksi kemiskinan,” yang dapat di inventarisir sejauh ini adalah memper hatikan ada nya keragaman cara dan sisi pandang sesuai dengan kepentingan yang merumuskannya. Secara teoritis terdapat beberapa konsep untuk mengukur kemiskinan, yaitu
1. ukuran absolute yang di gunakan oleh Sayogyo, BPS, dan bangdes, yaitu pengeluaran setara beras per kapita : dan
2. ukuran relative yang di gunakan oleh IPB dan BPS.
Pengukuran kemiskinan secara absolute dapat di lakukan dengan suatu garis kemiskinan (poverty line). Garis di tetapkan berdasar kan suatu tingkatan per kapita per bulan. Sayogyo missal nya menggunakan criteria tingkat pengeluaran sebagai proyeksi tahap pendapatan setara beras, sebagai dasar garis kemiskinan yang komposisi nya sebagai berikut:


Tabel 1
Batas garis kemiskinan

Batas tingkat pengeluaran
(Setara beras perkapita per tahun )
Kg
kategori
kemiskinan Perkotaan Pedesaan
1.Mikin 480 320
2.Miskin sekali 360 240
3.Sangat miskin 270 180


Dalam memahami beberapa besar kesejahteraan social yang harus dipenuhi seseorang, ukurannya menjadi sangat relative dan sangat kuantitatif. Oleh karena itu,yang dipersoalkan adalah bukan beberapa ukuran besar kemiskinan, tetapi dimensi–dimensi apasaja yang terkait dalam gejala kemiskina tersebut. Pertama, yang paling jelas, kemiskinan berdimensi ekonomi atau material .Dimensi ini menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia yang bersifat material,yaitu pangan ,sandang,perumahan,kesehatan.
Kedua,karena kemiskinan itu berdimensi social dan budaya,maka ukuran kuantitatif tidak dapat digunakan,dan untuk dapat memahami dimensi ini ukurannya sangat bersifat kuanlitatif.Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong–kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup.Budaya kemiskinan ini dapat ditunjukan dengan berkembangnya nilai–nilai seperti apatis,apoliyis,fatalistic,dan ketidakberdayaan .Karenanya ,serangan terhadap kemiskinan sama artinya dengan mengikis budaya ini.Apabila budaya ini tidak dihilangkan ,maka kemiskinan ekonomi akan sulitditanggulangi.
Ketiga, kemiskinan berdimensi structural atau politik ,Artinya ,orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan structural atau politis.Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut karena tidak mempunyai sarana untuk terlibat dalam proses politik dan tidak memiliki kekuatan politik, sehingga menduduki struktur social yang paling bawah. Ada asumsi menegaskan bahwa orang miskin secara structural atau politis,akan berakibat pula miskin alam materil (ekonomi ).Utuk itu ,langkah pengentasan kemiskinan ,apabila ingin efektif,juga harus mengatasi hambatan – hambatan yang bersifat structural dan politis, akan berakibat pula miskin alam material (ekonomi).

B. Anatomi kemiskinan di Indonesia
dilihat dari sumber penghasilan utama, rumah tangga miskin di Indonesia terdiri dari 60,80% rumah tangga pertanian, 10,59% perdagangan, 7,56% industri, 6,53% jasa-jasa, dan selebihnya bangunan, pengangkut dan lainnya. Salah satu indicator yang digunakan untuk menggambarkan kecendrungan distribusi pendapatan adalah rasio Gini. Perhitungan rasio Gini yang disajikan oleh BPS didasarkan atas data pengeluaran rumah tangga yang dihimpun melalui SUSENAS sebagai proxy atau pendekatan pendapatan rumah tangga, dengan anggaran bahwa, tingkat tabungan dan hutang adalah nihil,maka pengeluaran rumah tangga adalah identik dengan pengeluaran rumah tangga.
Dari data BPS dapat dicatat, bahwa pembagian pendapatan antar golongan penduduk pada tahun 1990, menunjukan kecendrungan membaik dibandingkan tahun 1978. manfaat dari pertumbuhan ekonomi juga dinikmati oleh kelompok penduduk berpendapatan rendah diperkotaan. Persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok penduduk berpendapatan rendah meningkat dari 17,40% pada tahun 1978 menjadi 19,67% pada tahun 1990. perbandingan antara kota dan desa menunjukan bahwa, pola pergeseran pendapatan yang diterima oleh penduduk kota sedikit berbeda. Kecendrungan yang terjadi adalah bahwa persentase pendapatan yang diterima oleh 20% kelompok penduduk berpendapatan tinggi, cenderung meningkat. Dengan demikian, penurunan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan, pun relative lambat. Penyebaran penduduk miskin untuk daerah pedesaan dan perkotaan, ternyata tidak jauh berbeda dengan penyebaran penduduk miskin secara keseluruhan.
Cirri rumah tangga miskin yang berkaitan dengan sebaran lokasi rumah tangga, adalah sumber penghasilan. Sekitar 62,0% dari rumah tangga miskin penghasilan utamanya bersumber dari sector pertanian, 10,0% dari sector perdagangan, 7,4% dari sktor industri, 6,5% dari sector jasa-jasa, dan selebihnya dari sector bangunan, pengangkutan lainnya. Dilihat dari pekerjaan, 72,24% kepala rumah tangga miskin di daerah perdesaan berusaha sendiri, 20,1% bekerja sebagai buruh atau karyawan, dan 7,3% sebagai pekerja keluarga. Penduduk miskin yang tersisa saat ini adalah yang paling rendah kemampuannya dan makin berpusat dikantong-kantong kemiskinan, yaitu daerah diperbatasan Negara, daerah pantai dan kepulauan, daerah terbelakang, daerah dengan tekanan tinggi, daerah potensial namun miskin dan jarang penduduk, daerah terpencil dan terisolir, daerah kritis, daerah kering atau daerah pasang surut, dan daerah lainnya yang menghadapi permasalahan khusus.

C. Kebijakan Penanganan Kemiskinan
Berbagai strategi yang dilakukan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, perlu mendapatkan tanggapan serius seperti memacu pertumbuhan ekonomi nasional, menyediakan fasilitas kredit bagi lapisan miskin, membangun infrastruktur perdesaan, dalam hal ini pembangunan pertanian, pengembangan wilayah kawasan.
Kebijakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat, terutama penduduk miskin, agar dapat menikmati pembangunan serta hasil-hasilnya yang telah dicapai. Ada beberapa penerapan kebijakan untuk dialakukan pemerataan, yaitu
1.pemerataan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan perumahan.
2.Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3.pemerataan pembagian pendapatan
4.pemerataan kesempatan kerja
5.pemerataan kesempatan berusaha
6.pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan dalam pembangunan
7.pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tanah air,
8.pemerataan memperoleh keadilan.
Upaya untuk merealisasikan kebijakan tersebut dilakukan berbagai program pembangunan yang diserahkan untuk mengurangi penduduk miskin di Indonesia. Secara umum program ini dapat dibedakan menjadi:
1.program peningkatan produksi pertanian
2.program pembangunan sarana dan prasarana fisik yang bermanfaat bagi penduduk miskin
3.program pembangunan sumber-sumber daya manusia bagi penduduk miskin,
4.program yang baru dilaksanankan yaitu IDT dan program kemitraan penduduk kaya dan penduduk miskin melalui Leppres No. 90/1995.
Pelaksanaan program tersebut dilakukan melalui pembangunan daerah yang merupakan bagian integral, dan merupakan penjabaran dari pembanguna nasional untuk mencapai sasaran pembanguna yang sesuai dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan didaerah. Disisi lain, pemerintah selama beberapa pelita terakhir terus berusaha memperbaiki akses penduduk miskin terhadap berbagai pelayanan social seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, air bersih, dan sebagainya.
Kebijakan pengentasan kemiskinan yang lainnya yang perlu diamati adalah program peningkatan akses terhadap kredit kecil. Dalam decade terakhir, cukup banyak instansi pemerintah yang secara langsung terlibat dalam pengadaan kredit kecil untuk kelompok masyarakat miskin, diantaranya adalah Dikmas, Depdikbut, BKKBN, Dirjen, Bandes, BRI, BI dan Departemen Pertanian. Tujuan utamanya adalah untuk merangsang kegiatan ekonomi, sehingga kesempatan kerja di pedesaan dapat diperluas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar